Bulan Agustus 2024 ini menandai sudah 24 tahun saya bergabung di dunia kepanduan. Tantangan-tantangan apa saja yang muncul? Dan apakah kepanduan khususnya pramuka masih relevan di tengah modernisasi global saat ini?
Tidak bisa dipungkiri, dunia kepanduan khususnya kepramukaan di Indonesia itu kental dengan militer. Karena memang asal muasalnya pun dari Lord Baden Powell yang seorang militer. Dari mulai sistem kecakapan hingga seragam dibuat mirip militer.
Tapi isinya tentu saja berbeda, dalam kepanduan yang diutamakan adalah kegiatan-kegiatan yang seru, menantang, dan menyenangkan. Disesuaikan dengan kebutuhan remaja sesuai dengan usianya.
Ada banyak hal yang saya pelajari. Di awal saat masa remaja saya adalah peserta didik atau anggota dari Gerakan Pramuka yang ikut bergabung ke dalam pasukan penggalang kemudian ambalan penegak. Dan baru sejak tahun 2000an, saya beranjak masuk ke anggota dewasa atau pembina.
Kursus Mahir Dasar dan Kursus Mahir Lanjut adalah kursus pendidikan yang diadakan oleh Kwartir khusus bagi pembina untuk mempersiapkan secara pengetahuan dan keterampilan memahami esensi dari kepanduan dan Gerakan Pramuka serta bagaimana mendampingi adik-adik usia anak-anak dan remaja.
Pendekatan Baden Powell sederhana saja, kegiatan-kegiatan di alam terbuka akan membantu meningkatkan life skill dan menjadikan anak sehat secara fisik dan mental.
Tentu tantangan yang dihadapi di zaman tahun 1900an (awal mula kepanduan) dan kini di era 2024 jauh berbeda.
Nyata terlihat saat ini anak-anak lebih memilih berkegiatan di rumah, asalkan ada koneksi internet dan gawai kebutuhan bermain mereka sudah tercukupi.
Masalahnya adalah kemampuan bersosialisasi anak-anak jadi berubah. Ntah ini hanya perasaan saya saja. Nanti perlu dicari penelitian terkait.
Karena saya sering melihat anak-anak jadi lebih kasar ketika bersosialisasi di internet. Tapi saat bertatap muka, mereka jadi pendiam.
Lalu pertanyaan pentingnya, apakah pendidikan kepanduan atau pramuka saat ini masih relevan? Apakah bisa menjawab tantangan zaman?
Menurut saya masih relevan, tetapi perlu perubahan dari kita anggota dewasa (pembina).
- Perlu wadah organisasi yang kuat dan mapan. Sebagai sebuah organisasi sukarela, seringkali yang terjadi adalah ketergantungan pada tokoh. Sehingga saat tokoh itu tidak lagi aktif, organisasi langsung melempem.
- Program-program kegiatan yang berpusat pada peserta didik. Saat ini khususnya di Indonesia pramuka itu wajib di sekolah-sekolah, sehingga sering terjadi kegiatan pramuka malah dilakukan di dalam ruangan kelas, jadi tidak ada bedanya dengan kegiatan belajar sehari-hari. Seharusnya, kembalikan kepada fitrahnya, anak-anak yang sehat butuh aktivitas fisik di luar ruangan. Buatlah program-program di luar kelas yang menantang untuk peserta didik.
- Batasi waktu layar (screen time). Mungkin yang ini sedikit kontroversial, tapi selama berkegiatan, saya pasti meminta adik-adik untuk menyimpan semua gawainya, agar bisa fokus dan hadir sepenuhnya mengikuti kegiatan. Anak-anak itu pasti mencontoh orang dewasa, baik itu orang tuanya atau gurunya, sehingga banyak anak yang belum siap secara fisik dan nalar jadi nempel terus dengan gadgetnya. Kembalikan anak-anak menjadi anak-anak lagi, sentuh rumput, memanjat pohon, bermain di sungai, bergulat, dan berlari-larian. Karena nanti saat dewasa, mereka akan terus berkutat dengan gawai. Berikan kesempatan mereka berkegiatan di alam terbuka, niscaya anak-anak akan jadi orang dewasa yang kuat fisik dan mentalnya.
24 tahun yang sangat menarik, banyak naik dan turunnya. Saya bahkan pernah mengalami hanya satu orang saja peserta didik yang berminat ikut menjadi anggota pramuka. Tapi bagi saya selama ada seorang anak yang ingin berkegiatan pramuka, maka saya wajib memfasilitasinya.
Sekali memandu! Tetap memandu!
Berfoto setelah hiking di Kampung Adat Cireundeu |