Friday, May 26, 2017

Kok Gak Cukup?

Heran, kenapa seringkali kejadian gak cukup.

Gak cukup bagus, gak cukup banyak, gak cukup sehat, gak cukup uangnya, gak cukup rajin, gak cukup adil, dan yang paling sering kejadian..., gak cukup waktu.

Memang sih pada akhirnya dipasrahkan saja. Kan gak cukup. Ya dipakai secukupnya saja. Tapi kan sayang hasilnya jadi tidak maksimal.

Atau memang begitukah adanya? Akankah selalu tidak cukup?

Berarti, apakah cukup itu relatif?
Apakah tergantung sudut pandang kita?

Ataukah ada standarnya, ada suatu pembandingnya hingga bisa cukup?

Seperti istriku pernah bilang, ia sudah berusaha melakukan semuanya, tapi kenapa orang lain tetap menilai itu tidak cukup?

Seperti halnya gaji bulanan, selalu ada saja kejadian, hingga jadi gak cukup.

Seperti halnya anak sekolahan, sudah belajar mati-matian tapi nilai rapornya gak pernah 100%.

Atau apakah itu terjadi karena prasangka di awal? Atau memang mismanajemen? Atau memang takdirnya begitu?

Ah, itu hanya pikiranku saja. Buktinya sampai sekarang aku masih hidup, masih sehat, masih bisa bekerja, masih bisa belajar, masih bisa makan bareng keluarga. Jadi sebetulnya cukup kan?

Karena memang Allah SWT selalu mencukupkan. Mungkin betul apa yang dikatakan guruku, hidup itu tergantung niat. Karena kebutuhan manusia itu tidak akan pernah ada habisnya. Bahkan seorang ahli ibadah pun selalu merasa ibadahnya tidak pernah cukup. Jadi niatmu apa? Maka usahakan sebaik-baiknya, serahkanlah dan ikhlaskan hasil akhirnya. Sampai akhir hayat.

Semoga hidupku ini bisa mencukupkan kehidupan orang-orang disekitarku. Aamiin.

Selamat menunaikan ibadah puasa kawan!

Sunday, May 21, 2017

Tuhan Mengetuk Pintu


Betapa sarana media sosial saat ini berlaku seperti Tuhan.

Orang-orang berdoa di sana, saling menghakimi di sana, dan saling menyebarkan ayat-ayat dari kitab masing-masing. Berlomba-lomba mencari surga Tuhan di sana.

Adakah memang sekuat itu kebutuhan seseorang untuk diperhatikan orang lain?

Seberapa seringkah kamu menyaksikan hal tersebut?

Berbagai tulisan disampaikan. Tentunya dengan berbagai niatan. Mungkin memang senangnya curhat, senang bercanda, nyindir, berpose, dan lain sebagainya. Apalah hak saya menilai semua itu. Tapi satu dua pengalaman menarik jadi hal yang seru untuk didiskusikan.

Media sosial bisa jadi perantara Tuhan yang paling kekinian. Berita apa pun begitu cepat direspon, sehingga para netizen semakin bersemangat biar statusnya atau status orang lain menjadi viral.

Butuh apa pun hampir pasti ada jawabannya. Mulai dari masalah keuangan, travelling, politik, hingga masalah pasangan hidup. Selalu ramai, dan selalu saja ada hal baru.

Setiap pemimpin, organisasi, dan perusahaan, kini memiliki media sosial. Mereka berusaha seperti Tuhan, dapat menjawab persoalan anggotanya dan pelanggannya dengan cepat dan real-time.

Ada kalanya kekuatan media sosial begitu besar, seperti tangan Tuhan sendiri yang mengetuk pintu rumahmu. Langsung muncul bantuan dari gotong royong para netizen. Luar biasa!

Kini kita bisa melihat karakter seseorang dari profil media sosialnya. Walau bukan gambaran utuh. Tapi cukup. Sehingga strategi apa pun untuk meraih massa, haruslah memanfaatkan media sosial.

Tampaknya tak berapa lama lagi kita bisa update status hanya lewat pikiran. Tak perlu bicara/menulis. Memang wajar kiranya sebagian orang seperti menuhankan teknologi.

Namun sayang semaju apa pun teknologinya jika manusia sebagai penggunanya kurang berpendidikan, maka rusaklah tangan Tuhan.

Bisa kita lihat banyak akun palsu bertebaran. Mungkin karena itu juga ada orang-orang sekarang memiliki banyak akun di satu media sosial. Bisa lebih dari 5 akun per orang. Entah untuk apa saja akun sebanyak itu.

Mungkin karena itu juga Trump menang saat pilpres Amerika. Ilmu media sosial beliau memang dahsyat.

Dakwah pun sekarang lancar lewat media sosial. Tak perlu lagi door to door, tinggal unggah maka seluruh dunia bisa melihat. Mungkin itu kunci kesuksesan ISIS. Cerdik menggunakan media sosial.

Semakin mudah berkolaborasi, semakin mudah juga berkonspirasi.

Semoga kita bisa memanfaatkan media sosial untuk mencerdaskan kehidupan dan membangun peradaban. Bukan untuk memecah belah dan saling menghakimi.

Tuesday, May 2, 2017

Membandingkan Zaman

Untuk adik-adikku yang kini tengah menjalani akhir tahun pelajaran di sekolah.

Ada yang selalu membanding-bandingkan antara generasi dahulu dan generasi sekarang, terutama melihat daya juang dan daya eksplorasi anak-anak jaman dulu dan jaman sekarang.

Banyak yang bilang, anak-anak sekarang mah payah, mudah menyerah, contoh: dikasih PR sedikit dibilang banyak, apalagi kalau dikasih banyak. Gak tahu jalan-jalan di daerah rumahnya sendiri, padahal sering jalan-jalan ke luar kota bahkan ke luar negri. Seneng pake barang luar negri dibanding produk-produk Indonesia. Kurang sopan. Temennya sedikit, banyakan virtual. Dan sebagainya. Benarkah demikian?

Saya yang dulu pernah seusiamu pun merasakan hal yang sama. Dibanding-bandingkan.

Bagaimana tidak, karena generasi bapak saya sewaktu sekolah dasarnya sempat belajar menggunakan sabak. Sebuah papan tulis kapur kecil. Jadi orang-orang jaman dulu sekolah tuh tidak bawa catatan, hanya bawa sabak. Mereka mencatat di papan tersebut, lalu setelah penuh, baca lagi sebentar, lalu dihapus. Sekolah hanya mengandalkan ingatan. Tidak ada buku catatan, apalagi Mbah Google atau Wikipedia.

Lalu kemana-mana jalan kaki, atau paling banter pakai sepeda. Ngabring sama teman-teman satu kampung. Jadi pastinya satu kampung kenal semua anaknya dan keluarganya.

Sementara saya mah belajar sudah ada buku tulis untuk mencatat, ada banyak buku di perpustakaan, dan sudah ada televisi walau cuma ada channel tvri dan rcti. Masuk tahun 90an mulai marak video games, jadi anak-anak mulai lebih sering di rumah daripada main keluar.

Jadi apakah benar daya juang dan daya eksplorasi kita menurun?

Menurut salah seorang guru saya, tidak. Karena zaman terus berubah, teknologi semakin maju, dunia semakin padat penduduknya. Yang benar itu TANTANGANNYA BERBEDA.

Saat ini begitu mudahnya kita kalau mau mencari informasi tentang apa pun. Lewat ponsel semua bisa dilakukan. Bayangkan berapa juta informasi masuk ke ponselmu setiap hari?

Coba cek tv mu saat ini ada berapa channel? Belum ditambah channel dari tv kabel.

Saat ini mau makan itu gampang banget, tinggal seduh jadi. Itu pun air panasnya lewat dispenser, gak perlu masak air dahulu.

Apalagi bermain games. Ada konsol klasik macam Nintendo snes, sampai VR game sekarang ada. Mau game apa? Tinggal unduh saja.

Mau belajar juga gak perlu repot-repot. Tinggal Googling, masuk Wikipedia, atau nonton YouTube, ada semua. Luar biasa!

Lalu tantangannya dimana?

Dapatkah kamu bayangkan, dengan begitu cepatnya teknologi, apakah ada pekerjaan yang aman kelak? Aman dalam artian tidak akan digantikan oleh teknologi.

Dengan masuknya zaman globalisasi otomatis persaingan makin ketat. Dapatkah kamu kelak bersaing dengan anak-anak dari Tiongkok, Jepang, India, Malaysia, Arab, Amerika, Afrika, dan Eropa?

"Ah, nanti mah jadi supir ojek/taksi online aja.." Pernahkah kamu mencoba seharian naik kendaraan di jalanan sekarang? Macet dan panas, belum penumpang yang nyebelin. Terus penghasilan mu berapa kalau semua orang cita-citanya sama jadi supir juga? Belum lagi kalau mobil otomatis sudah banyak dan murah. Supir gak akan dibutuhkan lagi.

"Ah, jadi artis/seniman aja.." Ini lebih menarik, karena perbandingannya hanya 1 dari sejuta yang bisa betulan jadi artis dan berpenghasilan memadai. Kalau bukan karena kerja keras dan karunia Tuhan gak akan berhasil.

Pekerjaan apa pun tidak ada yang aman. Apakah kamu memperhatikan, sekarang semua orang tuh serba terburu-buru. Pesen online harus sekarang juga sampai. Kalau chat harus sekarang juga dibalas. Kalau upload foto harus sekarang juga di-like. Kalau pesen makanan, harus sekarang juga masak. Kalau tidak bisa memenuhi permintaan pelanggan maka langsung tutup bisnisnya.

Terus lagi biaya sekolah sekarang mahalnya setinggi langit, abis gitu udah mahal-mahal hasilnya belum tentu kamu sukses. Buat apa sekolah kalau gitu?

Jadi sekali lagi tantangannya berbeda.

Tapi ada yang sama, sejak jaman batu ada yang selalu dilakukan oleh manusia hingga bisa bertahan hingga nanti akhir jaman.

Hal-hal yang sama tersebut adalah kemampuan-kemampuan dasar/life-skill yang semestinya dimiliki semua orang. Yaitu: Kemampuan bertanya, jika orang-orang jaman batu itu tidak suka bertanya/mempertanyakan sesuatu. Gak mungkin mereka berhenti jadi bangsa nomaden. Gak mungkin menetap kemudian bercocok tanam. Gak mungkin ada teknologi canggih seperti sekarang. Semua karena bertanya, what if...

Lalu kemampuan berkomunikasi dan berkolaborasi. Jelas tidak ada yang bisa dicapai kalau kerja sendirian. Semua pemimpin dunia, selebritis, dan pengusaha sukses, tidak akan ada tanpa kemampuan bicara, meraih kepercayaan, bernegosiasi, juga bekerja sama dalam tim, memimpin dan dipimpin. Bohong besar kalau ada yang bilang, aku sukses karena usahaku sendiri.

Terakhir adalah kemampuan berkreasi dan berinovasi. Hanya manusialah yang diberi karunia memiliki otak canggih luar biasa. Walau kadang hasil inovasinya tersebut merusak seperti senjata perang dan macam pabrik-pabrik yang berpolusi, tapi tanpa daya kreasi manusia sama saja dengan mati.

Jadi sekarang kamu bisa memilih, terus mengeluh dengan kondisimu saat ini, membiarkan rasa malas mengambil alih hidupmu. Atau bangun, mencoba menggapai mimpi-mimpimu. Membahagiakan dirimu dan keluargamu.

Walau sekarang semua serba instan. Sayangnya tidak ada kesuksesan instan. Kalaupun ada tidak akan bertahan lama suksesnya.

Akhir kata.. Selamat berjuang kawan!

#HariPendidikanNasional