Wednesday, November 1, 2017

20 Tahun

20 tahun lalu saya lulus dari SMPN 13. Seperti halnya sewaktu SD ke SMP saya beruntung dapat nem yang cukup tinggi. Begitu juga sewaktu mau masuk SMA. Nem saya cukup untuk masuk SMA 5, Alhamdulillah.

Seingat saya, saya tidak pernah mikirin nanti mau masuk jurusan apa. Sekolah mah sekolah we. Baru milih teh pas kelas tiga SMA lah. Waktu SMP mah boro-boro mikirin jurusan, milih IPA/IPS aja nggak.

Di sisi lain, semua materi pelajaran yang di dapat itu gak ada yang benar-benar saya pahami kegunaannya untuk apa. Mungkin memang benar seperti Kak Robert bilang, yang penting itu strukturnya. Kita jadi belajar efektif, efisien, bisa ngatur prioritas, ngelola waktu, dan bertanggung jawab. Memang pelajaran itu hanya cara/metode. Cara agar kita memahami diri kita sendiri dan lingkungan kita dengan lebih baik.

Saya juga bukan kakak yang baik dalam hal memberikan motivasi. Kalau sedang hiking, terus adik-adik bertanya, "Kak, masih jauh?" Saya pasti jawab apa adanya. "Iya, masih jauh. Jauh banget! Hehehe."

Perjuangannya memang berat. Mun gampang mah gak usah ada sekolah. Gak usah ada pelajaran-pelajaran yang bikin ngantuk, atau yang gak kita sukai. Tapi pada akhirnya, yang sulit itu malah yang bikin kita tambah pengalaman. Lalu yang bikin ngantuk itu yang ternyata kita butuhkan.

Sewaktu kuliah, tiga kali saya mengulang kuliah kalkulus. Sudah ngulang tiga kali pun cuma dapat nilai C. Terus apa saya harus menyerah?

Mengeluh itu bukan solusi. Jika ingin hasil yang berbeda, cara yang dilakukan juga harus berbeda. Ingin sukses? Kalau caranya hanya mengeluh apa bisa sukses?

Seperti kisah hiking tadi. Kalau sudah sampai puncak memang ada apa? Biasanya malah gak ada apa-apa. Paling cuma pemandangan doang. Oleh karena yang menarik itu selalu perjalanannya. Tinggal kita pilih, mau sampai ke puncak dengan terus mengeluh atau menikmati setiap langkahnya?

=========
Jati Gede


Catatan pinggir:

Lewat sains dan matematika saya menemukan Tuhan. Kita bisa menemukan segala bentuk keindahan alam serta segala keteraturan dari mulai tubuh kita hingga alam semesta. Tapi semuanya rumit, seperti tidak berpola. Untungnya manusia diberikan otak yang dapat menemukan pola-pola dalam ketidakteraturan tersebut.

Berpusing-pusing sedikit ternyata ada faedahnya.

Seperti barisan fibonacci: 1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, 34, ...

Golden ratio muncul dari pola ini. Ditemukan oleh Leonardo Fibonacci pada tahun 1200an, setiap pasangan berurutan dari barisan tersebut saat dibagi jadi makin dekat dengan nilai golden ratio / phi 1,618...

Contoh: 5/3 = 1,666...
34/21 = 1.619048
Dst.
Semakin besar angkanya, maka nilai baginya makin mendekati phi.

Golden ratio ini ditemukan di banyak tempat. Perbandingan piramid, tubuh manusia, bentuk kerang, sampai bentuk galaksi.

Saya yakin ada kekuatan yang maha dahsyat yang mampu menciptakan keteraturan tersebut.

Saat mempelajari ilmu spektrum cahaya, kita pun menemukan keajaiban yang lain, mungkinkah ada kehidupan di tempat lain di alam semesta ini?

Semoga hasrat untuk bertanya, untuk menemukan berbagai jawaban tidak akan pernah pudar. Tidak kalah oleh malas dan keluhan. Tidak kalah oleh rasa takut dan minder.

Seperti kepingan puzzle. Saat ini mungkin kita belum tahu manfaatnya apa, tapi kelak yakinlah keping itu akan menemukan tempatnya.

Sumber: https://www.livescience.com/37704-phi-golden-ratio.html