Monday, November 26, 2018

Sebuah Catatan

Mengapa begitu sulit untuk berubah jadi lebih baik?

Satu semester sudah habis. Apakah ada perubahan berarti bagi diriku? Apakah aku menjadi lebih baik? Apakah aku tengah bergerak menuju atau malah menjauhi cita-citaku? Apakah aku semakin percaya diri atau malah tidak yakin dengan kemampuanku? Apakah aku semakin dekat atau semakin jauh dengan teman-temanku?

Apakah aku terus mengeluh setiap hari? Apakah aku bercanda terus? Apakah aku sudah menghargai orang-orang di sekitarku? Apakah aku masih menunda-nunda pekerjaan? Apakah aku sudah bisa mengatur waktuku? Apakah aku malah menyia-nyiakan hidupku?

Mengapa begitu sulit untuk berubah jadi lebih baik?

Setiap hari saat bangun dari tidur. Apakah aku siap menghadapi hari? Apakah aku tahu apa yang ingin aku capai hari ini? Apakah aku berani menghadapi tantangan hari ini? Apakah aku takut? Apakah aku bisa hadir sepenuhnya hari ini?

Saat malam hari tiba. Aku kembali bertanya. Apakah aku sudah bisa membantu orang lain? Apakah aku sudah berbuat satu kebaikan? Apakah aku sudah melakukan yang terbaik? Apakah aku lebih banyak jujur atau berbohong? Jika aku tertidur dan bangun lagi, apakah aku akan mengulangi kesalahan-kesalahan yang sama? Jika aku tertidur dan tidak bangun lagi, apakah bekal hidupku sudah cukup?

Mengapa begitu sulit untuk berubah jadi lebih baik?

Apakah aku sungguh-sungguh ingin berubah?

Saturday, September 1, 2018

Ruh Itu Tidak Mati

Jumat, 31 Agustus 2018, 21:00

Ada telepon via wa masuk, memberi kabar nenek saya dari pihak ibu meninggal dunia sekitar pukul setengah 8 malam. Nenek memang sudah sepuh, dan sakit-sakitan, namun tetap saja malam itu tidak ada tanda-tanda beliau sakit. Malam itu nenek minta dibelikan roti oleh sepupu saya. Namun saat kembali nenek sudah tiada.

Ke-riweuh-an langsung muncul. Gimana caranya ngasih tahu ibu? Karena malam itu juga bapak lagi tidak ada di rumah, karena kebetulan sedang ada di rumah ibu tiri saya.

"Bapak gak akan ke Metro, besok pagi langsung ke Cimahi pake angkot." Begitu kabar dari bapak. Jadi weh, tugas saya yang harus ngasih tahu ibu.

Setelah berdiskusi dengan adik-adik, sepakat dikasihtahunya besok pagi aja, karena mun malem langsung dikasihtahu, kemungkinan ibu kambuh sakitnya dan jadi double riweuhnya.

Teh Santi mah bilangnya, udah aja langsung malam ini ke Cimahi bareng ibu. Ibu pasti ingin lihat nenek untuk terakhir kali. Sementara buat saya pribadi sebetulnya kalau udah meninggal kan udah gak bisa diajak ngobrol yah? Jadi untuk apa lihat doang? Bukannya malah bikin tambah sedih yah?

Ke-riweuh-an lainnya, besok saya harus mendampingi anak-anak pramuka SMPN 13 hiking ke Dago Pakar. Dibatalkan aja gitu?

Ah sarekeun we lah...

Sabtu, 1 September 2018, 03:00

Alarm berbunyi. Teh Santi ngebangunin untuk siap-siap ke Metro. Semalem mimpi malah mimpi yg aneh-aneh, mungkin karena hari ini bangunnya kepagian.

Setelah beberes, dan salat subuh, saya berangkat pake gojek ke rumah ibu, lalu mengabari lewat grup line pramuka, saya akan datang telat untuk kegiatan hiking hari ini karena semalam nenek meninggal dunia.

Sampai di metro, ibu terbangun karena saya datang. Ibu lagi tiduran di kasur di ruang tengah. Saya duduk di sebelahnya, langsung bilang, "Bu, nenek ngantunkeun, tadi malam jam setengah 8. Sekarang semuanya, bapak dan adik-adik lagi otw Cimahi. Hayu Bu berangkat" Ibu kaget sebentar, terus langsung bangun. Saya tawarin untuk mandi dulu, gak usah katanya. Jadi ibu hanya ganti baju, dan pakai kerudung.

Bersama adik saya yang bungsu, berangkatlah kami ke Cimahi pakai grab.

Sampai di Cimahi, bapak sudah ada di sana. Nenek sudah dimandikan dan disalatkan. Ibu hanya lihat sebentar terus langsung keluar lagi dan mau pulang. Tapi oleh paman ditahan supaya mau tinggal sampai pemakaman beres.

07:00

Adik-adik saya datang. Saya lalu pamit, untuk berangkat ke 13 terus ke rumah. Rencana awalnya, saya ke 13 terus minta ada yg gantikan nemenin anak-anak hiking, terus ke rumah, jemput Teh Santi dan anak-anak, terus balik lagi ke Cimahi. Biar keburu lihat nenek dimakamkan.

Tapi di 13 ternyata gak ada yang lain yang bisa menggantikan saya, cuma ada saya sendiri. Anak-anak ber-18 orang sudah siap untuk berangkat. Ya sudah, berarti ganti rencana. Nemenin anak-anak hiking dulu, siang pulang ke rumah, sore ke Cimahi lagi.

10:00

Keluarga pada nanya, saya ada di mana. Saya bilang, "Lagi nemenin anak-anak pramuka di Dago Pakar." Sigana teh, di benak keluarga, kumaha si aa teh batur keur riweuh ieu kalahka ulin.

12:00

Anak-anak senang dan cape, jalan dari Terminal Dago - Curug Dago - PLTA Bengkok - Gua Jepang - Gua Belanda. Teriak-teriak dalam gua, dan ketemu banyak monyet di sekitar gua. Terus karena sayanya tiis, tanpa ekspresi, kejadian nenek meninggal, tidak berpengaruh.

14:30

Sampai di rumah. Akhirnya bisa makan, dari pagi belum makan, dan terus siap-siap ke Cimahi.

16:00

Stasiun Kiaracondong, cukup penuh. Biar murah, ke Cimahinya pakai kereta. Pas kereta datang, hujan turun.

17:30

Alhamdulillah akhirnya sampai di Cimahi lagi. Teh Santi bantu beberes bentar, sambil jagain dua bocah, terus selepas maghrib ikut acara tahlilan.

Minggu, 2 September 2018, 2:20

Masih di Cimahi, karena kecapean, semalam jadinya nginep di rumah nenek. Sekarang saya bangun, karena tengah malam Shihab ngompol. Jadi malah gak bisa tidur lagi.

Disebut meninggal, itu karena dua hal: jantung berhenti berdetak atau otak berhenti berfungsi. Tapi ruh itu tidak mati. Ruhnya tetap hidup. Walau mungkin bagi yang ateis mah, habis mati ya sudah, gak ada apa-apa lagi.

Seperti apa ya kehidupan setelah kematian?

Jawabannya: sama seperti hidup, pada akhirnya semua akan mencari titik kesetimbangan. Alam semesta selalu berlaku demikian. Seperti organ tubuh kita menyeimbangkan diri dengan homeostasis, lalu hukum konservasi/kekekalan energi, pada akhirnya kematian pun sama, semua seimbang dengan tubuh kita yang kembali ke tanah, dan ruh kita yang kembali pulang kepada Tuhan Sang Maha Pencipta Keseimbangan.

Ingatan saya tentang nenek hanya selewat-selewat. Saya ingat sewaktu kecil sering jalan-jalan dengan nenek di Cimahi, beliau seorang guru, dan sangat hobi bersih-bersih.

Sewaktu saya dewasa, hubungan dengan nenek seringkali dalam waktu seperti saat lebaran atau saat nenek ngasih tahu ibu saya datang ke Cimahi sendirian. Pernah satu kejadian, saya datang malam-malam ke Cimahi untuk jemput ibu. Terus karena sudah tengah malam, akhirnya nginep di sana. Subuh datang, nenek membangunkan saya, "Aa, ibu mana?" Saya langsung bangun, mencari, ternyata ibu sudah pergi lagi, ntah kemana sewaktu saya tidur.

Selamat jalan nenek, hampura ieu incu nu sok bedegong, hampura pun biang sok ngaririweuh nenek, mudah-mudahan amal ibadah nenek ditampi ku Allah SWT. Aamiin.

Wednesday, June 13, 2018

Butuh Waktu Berapa Lama Sampai Kamu Menyadarinya?

Apa itu kebenaran? Apakah itu hanya hasil kesepakatan bersama? Kalau begitu bumi ini bisa datar atau bulat, tergantung kita bersepakat dengan pendapat yang mana.

Disebut benar, apakah itu pendapat seorang tokoh? Karena dia berkata demikian, maka pasti benar. Kalau begitu caranya, kebenaran itu ada banyak, tergantung sudut pandang kita.

Apakah disebut benar kalau itu dapat dirasakan oleh panca indra kita? Tapi setiap orang boleh jadi merasakan hal yang berbeda.

Jadi bagaimana kita tahu kebenaran?

Kebenaran itu hanya ada satu. Kebenaran tidak tergantung panca indra atau pendapat kita. Ia memang begitu adanya. Berlaku seperti hukum alam. Berupa suatu fenomena yang terus berulang. Pasti terjadi seperti datangnya siang dan malam.

Sayangnya saya kerap mengabaikan kebenaran.

"Waktu terus berlalu, takkan pernah kembali", adalah salah satu kebenaran yang selalu saya lupakan.

Masih ada nanti, masih ada besok, itu bukanlah kebenaran, melainkan pembenaran.

Saat mencari kebenaran, panca indra dan pikiran saya seringkali menipu. Saya lebih sering mencari 'kebenaran' yang saya sukai saja. Saya takut menghadapi kebenaran.

Seperti saat masuk pertengahan bulan, dan melihat rekening kosong, kebenaran itu selalu sulit diterima. Terutama saat ada keluarga yang sedang membutuhkan.

Seperti saat pagi tiba, bagaimana tubuh ini memaksa untuk tetap tidur, padahal tidak ada apapun yang mengikat saya di tempat tidur.

Seperti saat melihat diri saya sendiri, mengapa takut menghadapi perubahan? Sementara perubahan itu senantiasa pasti terjadi.

Di nurani terdalam, kebenaran itu satu. Ia tidak disusupi nafsu, maupun pendapat kita. Lewat kebenaran itu kita dapat memimpin dan mengambil keputusan setiap harinya.

Cara yang paling mudah menemukan kebenaran adalah dengan melakukan kesalahan. 

Hari ini benar adalah hari-hari terakhir bulan Ramadhan. Benar banyak hari sudah saya sia-siakan. Benar bahwa saya sering lupa bersyukur dengan semua yang saya miliki. Mestinya kan, setelah melakukan kesalahan ya sudah tidak mengulanginya lagi. 

Tapi memang begitulah adanya, berjalan di atas kebenaran selalu penuh tantangan. Semoga jalan ini pun benar jalannya. Itulah sebabnya kita selalu berdoa, Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. 

Selamat jalan bulan Ramadhan, semoga dapat berjumpa lagi tahun depan.

Saturday, June 2, 2018

Ku tak bisa jauh... Jauh darimu...

22:26

Sudah lewat jam sepuluh malam. Saya masih berkutat dengan pekerjaan. Betapa beratnya pekerjaan apabila ternyata itu bukan panggilan hati dan passion yang tepat. Tapi apakah passion itu datang duluan? Apakah mungkin kita menemukan passion dulu baru memilih pekerjaan? Bukankah kesempatan dan peluang setiap orang itu berbeda-beda?

Jadi yang paling tepat tampaknya kita mencoba dulu berbagai hal di dunia ini, lalu mencari kira-kira pekerjaan apa yang dapat menjadi sumber penghidupan dan kita bisa berkontribusi banyak di situ. Pilihan kita yang pada akhirnya menentukan, tapi tahu darimana kalau pilihan kita ini sudah benar? Ya memang tidak ada yang tahu. Sama halnya seperti nanti setelah mati, apakah kita akan masuk surga atau neraka? Ya tidak ada yang tahu.

Kalau begitu hidup ini untuk apa? Apakah untuk coba-coba? Ya bisa jadi demikian. Coba aja dulu, nanti baru lihat hasilnya seperti apa. Hehehe. Tapi kan mestinya ada sistem supaya kita bisa setidaknya mengurangi resiko kegagalan. Memang betul, tapi sistem pun awalnya pasti coba-coba. Dan yang namanya sistem kadang cocok-cocokan dengan penggunanya.

Malam ini, saya percaya Tuhan ingin kita untuk mencoba dulu saja. Mencoba untuk berani, untuk tidak memikirkan bagaimana nanti. Mencoba untuk memulai, karena langkah pertama itu selalu yang paling sulit. Mencoba untuk mencoba lagi, tentunya dengan strategi yang berbeda, karena setiap masalah itu pasti ada solusinya. Yuk mari....

Friday, May 18, 2018

Bertemu Lagi dengan Bulan Ramadhan

Setiap tahun, bulan ini adalah bulan yang paling tepat untuk saya melakukan refleksi diri. Melihat kembali sudah sejauh mana saya berubah, apa saja hal-hal yang sudah saya lakukan dan juga saya berikan selama satu tahun terakhir.

Sejak Ramadhan tahun lalu, saya ingin bisa melunasi semua hutang-hutang saya. Apakah bisa? Yang satu ini tampaknya selalu gagal. Sudah bertahun-tahun goal yang satu ini bertengger di daftar prioritas tapi tidak pernah berhasil dicapai.  Penyebabnya, karena memang pengeluaran selalu lebih besar daripada pemasukan. Perlu sumber pemasukan lain supaya masalah satu ini teratasi. Setelah bertahun-tahun, belum ada satu pun solusi yang berhasil. Tapi ada banyak pembelajaran yang bisa saya ambil dari sini.

Pertama: Semua itu butuh modal. Apa pun usaha yang akan dirintis, semua butuh modal, baik itu uang, tenaga, waktu, pengetahuan, koneksi, pengalaman, dll. Tanpa modal tidak akan jadi usaha.

Kedua: Mulai saja. Langkah pertama selalu paling sulit, memulai itu tidak pernah mudah. Takut ini lah, takut itu lah, atau selalu merasa tidak siap. Setelah mulai, akan banyak peluang muncul, tapi itu berarti kesulitan akan terus bertambah. Kalau gampang mah, semua saja bikin usaha sendiri. Saat posisi di bawah, akan ada hal yang bikin kita terus di bawah dalam waktu lama, naik sedikit, terus turun lagi. 

Ketiga: Tidak boleh menyerah, walau gagal terus, ya tetep harus usaha terus. Itu satu-satunya cara. 

Keempat: Komitmen dan konsistensi. Ini menurut saya hal yang tersulit. Kita bisa bermimpi apa saja, tapi pada akhirnya tanpa komitmen dan konsistensi semua akan sia-sia.

Kelima: Saat semua usaha sudah dilakukan, maka berdoalah. Karena kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi esok hari.

Talk is easy, right? 

Setiap pagi saya bertanya, apa yang tetap membuat saya tetap bangun dari tidur?
Apakah bisa saya jadi lebih baik dari hari kemarin?
Apakah saya bisa menepati janji-janji saya? Rencana-rencana saya?

Tidak ada yang tahu kan? Apakah saya akan berhasil hari ini atau tidak? 

Jadi, mari kita selesaikan satu per satu. #MarhabanYaRamadhan

Sunday, March 11, 2018

Inkonsistensi

“Seseorang yang tidak pernah membuat kesalahan sebenarnya tak pernah mencoba sesuatu yang baru.” -Albert Einstein

Berapa kali kamu mengalami kegagalan sepanjang hidupmu?
Kapan kamu terakhir kali gagal?
Apa akibat dari kegagalan tersebut?
Bagaimana caramu memperbaikinya?

Mengulangi kesalahan dan mengalami kegagalan adalah pengalaman yang konyol. Karena buat saya itu seperti dosa harian. Terus dilakukan, walau tahu itu salah. Masuk lagi ke dalam lubang yang sama, keluar, lalu masuk lagi.

Contoh sederhana: pasang alarm jam 4, bangun, matikan alarm, terus tidur lagi, bangun jam 5 atau setengah 6, beberes, berangkat kerja, datang mepet atau terlambat, kerja, pulang, istirahat, tidur malam, terus berulang lagi. Satu dua kali bisa betul bangun jam 4 terus tidak tidur lagi, terus jadi tepat waktu, tapi besoknya berulang lagi kesalahan yang sama.

Mengapa selalu melakukan kesalahan yang sama?

Mengapa tidak berbuat sesuatu yang berbeda?

Dan menariknya itu berlaku di hampir semua lini. Seperti renacana mau olahraga, rencana mau nabung, rencana mau sekolah lagi, dan rencana-rencana lainnya. Jalan sebentar tapi terus kembali lagi ke rutin lama. Kalah oleh malas, kalah oleh kesibukan, akhirnya gagal lagi...

“Kegilaan: adalah melakukan sesuatu dengan cara sama berulang-ulang dan mengharapkan hasil berbeda.” -Albert Einstein

Contoh yang lain: mencoba rutin menulis. Sulitnya bukan main, ada saja kendalanya. Luar biasa teman-teman yang selalu bisa mengalokasikan waktu untuk bisa menulis. Bahkan nulis status pun buat saya itu sulit. Kudu ada kejadian dulu atau bener-bener gak ada kerjaan, barulah bisa nulis.

Bagaimana cara orang-orang bisa konsisten menjaga rutin mereka?

Bagaimana cara orang-orang bisa rutin olahraga, rutin membaca, rutin menulis, rutin menabung, rutin makan sehat, rutin bangun pagi, rutin ngobrol dengan keluarga, rutin belajar hal-hal baru?

Kok susah untuk bisa konsisten, minimal satu hal saja.

Coba 21 hari, coba dari hal yang kecil.

Rasanya sudah coba, tapi tetep we kalau udah lewat 21 hari, balik lagi ke kebiasaan lama. Kenapa ya?

Satu-satunya yang selalu konsisten itu, kayaknya buka media sosial, dan browsing internet. Hahahaha

Udah ikut grup blogger di Smipa pun kurang memotivasi diri ini untuk bisa jadi lebih produktif. Padahal kan keuntungannya banyak. Minimal bisa sharing pengalaman, dan mengasah tulisan. Kan gak mungkin bisa langsung jadi ahli menulis.

Lebih jauh lagi, bagaimana bisa menularkan konsistensi kepada teman-teman di kelas, kalau saya sendiri pun masih kesulitan?

Pertanyaan menarik. Percuma rasanya, senang melakukan kesalahan yang sama, tapi tidak belajar dari kesalahan-kesalahan tersebut.

Saya harap penyakit ini cepat sembuh.