Thursday, June 25, 2015

Belajar di Rumah Belajar Semi Palar

"Kak, kenapa Kakak mau jadi guru?"

Sebuah pertanyaan dari teman-teman kelas 8 di Rumah Belajar Semi Palar.
Sebuah pertanyaan, yang saat dilontarkan pertama kali saya tidak tahu harus menjawab apa. "Saya tidak tahu." Jawaban yang ngga banget untuk seorang yang harus jadi role model bagi anak-anak.

Apakah sekarang saya tahu jawabannya? Mungkin iya. Tapi saya tidak yakin.

Satu-satunya pengalaman saya bersentuhan dengan anak-anak pelajar adalah lewat kepramukaan. Tapi itu beda banget dengan mengajar. Pramuka itu hanya satu-dua kali pertemuan seminggu. Sementara ngajar itu full seminggu. Kemudian perencanaan pun berbeda. Banyak hal ternyata yang harus disiapkan sebelum kita bisa nyemplung ke dalam kelas.

Saya pun tidak cukup paham bagaimana sebetulnya pendidikan holistik itu harus dijalankan (pendidikan holistik ini adalah ideologi yang dijadikan landasan oleh Semi Palar). 

Boleh jadi saya tidak pas ditempatkan sebagai seorang pengajar. Beberapa tindakan/kejahilan saya kadang tidak pas. Demikian juga gestur dan tutur kata. Beberapa kali saya berucap/bertindak tanpa berpikir panjang. Sungguh sulit menjaga diri itu. 

Tapi yang paling sulit adalah bersabar menunggu anak-anak menemukan jawabannya sendiri. Gemas melihatnya, sehingga kadang jawaban diberikan langsung dari saya sementara itu tidak boleh.

Saya sungguh belajar banyak.

Istri saya pun merasakan perubahan-perubahan yang terjadi pada diri saya.

Saya jadi tahu betapa setiap anak itu memerlukan perlakuan yang berbeda. Betapa pentingnya setiap anak melewati tahap tumbuh kembang satu persatu tidak dilompati. Betapa Kakak pengajar harus selalu mampu menghadirkan diri setiap hari. Betapa banyak kejutan-kejutan tak terduga.

Jika saya ditanya kembali, "Kenapa Kakak mau jadi guru?" Saya akan jawab, "Karena saya menyukai tantangan, dan saya ingin memberikan pendidikan yang terbaik untuk anak-anak saya kelak."

Terima kasih Rumah Belajar Semi Palar.
- belajar, berkarya, berbagi -

Friday, May 15, 2015

Sedikit Mengenai Pemikiran Ki Hajar Dewantara (KHD)

Sistem Among
Mengenai pendidikan, fokus utama KHD bukan pada murid-murid, tetapi pada sosok guru. Guru jadi sentral, karena guru itu digugu dan ditiru. Sementara murid itu ibarat tanaman Jati. Ditanam sekarang, hasilnya baru bisa dilihat 20-30 tahun lagi.
Bangsa kita sekarang kena penyakit tidak paham proses. Penyakit berbahaya yang menyebabkan orang-orang berorientasi pada hasil akhir saja. Tidak memahami/menghargai proses menuju hasil akhir.
Pemikiran KHD sangat berorientasi proses. Saat prosesnya bagus insya Allah hasilnya bagus. Untuk itu diperlukan sosok guru yang baik, yang mengayomi.
Dirangkum dengan sangat baik oleh KHD dalam 3 poin:
1. Ing ngarso sung tulodo. Di depan memberi teladan.
2. Ing madyo mangun karso. Di tengah membangun kemauan/karsa.
3. Tut wuri handayani. Di belakang mendorong untuk maju.
Ada berapa banyak guru-gurumu yang menerapkan 3 poin KHD tersebut?
Seorang guru haruslah bisa melihat kebaikan dari setiap muridnya. Tidak bisa ia membuang sebagian muridnya dikarenakan nakal/bodoh.
Tugas guru lah saat melihat kebobrokan seorang anak, ia mencari kebaikan anak itu dan memanfaatkannya untuk memperbaiki keburukan2nya.
Seorang guru pun tidak bisa melepaskan titel gurunya selepas pulang sekolah. Sama seperti halnya pembina pramuka atau pemuka agama. Di mana pun berada, tingkah laku dan ucapannya akan selalu diperhatikan.
Karenanya berbahaya sekali apabila guru itu dianggap sebagai profesi. Karena guru itu haruslah sebuah pengabdian.
Jadi, tugas berat pendidikan Indonesia saat ini bukan infrastruktur, bukan kurikulum. Tetapi membenahi guru-guru di seluruh nusantara.