Monday, December 25, 2017

T A N A H

15 Desember 2017
Pagi hari
Di ruangan kelas 9
Sedang mengerjakan rapot
Tiba-tiba ada wa masuk di grup keluarga,

Teh santi happy bday, semoga panjang umur, sehat selalu, diberikan rezeki berlimpah,happy selalu


Waduh, saya lupa hari ini istri ulang tahun... Keasikan bikin rapot... Hahaha... padahal mah memang gak pernah inget. Maaf ya Mbu...

Desember adalah hari lahir dua perempuan hebat, ibuku dan istriku.

Di penghujung tahun 2017, saya masih belum bisa berbuat banyak untuk keduanya. Alasannya klasik, tidak ada uang. Membuatku jadi bertanya-tanya, memang kenapa kalau tidak ada uang?

Coba kita lihat, saat ini semua hal pokok harus diganti uang, dan semua akan menuju ke sana, tinggal menunggu udara yang kita hirup jadi berbayar saja.

Kecuali kita berbuat sesuatu.

Setiap hari kita membeli kebutuhan pokok, seperti makan, minum, listrik, air bersih, gas, transportasi, menjaga kesehatan, pendidikan, dan bersosialisasi. Belum lagi kalau satu hari anggota keluarga ada yang tertimpa musibah seperti sakit atau yang lain. Plus tentunya biaya untuk rekreasi.

Kenapa sepertinya hidup teh makin mahal? Mengapa teknologi makin maju teh malah bikin kesenjangan tambah parah?

Akibat populasi makin padat dan globalisasi?

Sebagai generasi millenial, terlihat kesejahteraan hidup makin sulit didapat. Kalau sejahtera itu diukur dengan harta, maka generasi millenial berada dalam kesulitan. Makin banyak yang tinggal bareng ortu, makin banyak yang hasil usahanya gak bisa beli aset, makin banyak yang jadi pengangguran karena perusahaan bangkrut.

Jadi mending jangan ukur sejahtera dengan harta, walaupun bakal sulit, karena media-media sosial, mempertontonkan gaya hidup yang glamor. Banyak duit itu sama dengan sejahtera.

Tapi tidak bisa dipungkiri, semua itu saling terkait, jika negara ingin ambil bagian maka ada persoalan utama untuk diatasi, yaitu tanah.

Saat ini, sangat tidak masuk akal, kerja di pusat kota, tapi tinggal di kabupaten. Udah mah jauh, macet pula. Hidup/kerja itu habis di jalan. Tata wilayah kota harus diperbaiki. Bisa dibilang, yang punya kebijakan saat ini kurang ngerti peliknya masalah tanah ini. Karena mereka mah punya. Dan buat mereka harga tanah makin mahal ya makin bagus. Sementara buat rakyat mah di pinggir we, jauh-jauh. Hehehe.

Gimana bisa punya waktu berkualitas bersama keluarga, yang ada capek. Sampai rumah langsung menggoler.

Bayangkan jika tata wilayahnya diperbaiki. Tiap wilayah itu ada perumahannya, perkantoran, pusat perdagangan, serta tempat rekreasi. Tentunya kota akan lebih sehat. Moal pabeulit siga ayeuna.

Tapi kumaha carana? Selama mindsetnya prinsip ekonomi mah ya sudahlah...

Betapa sedihnya kelak generasi anak cucu kita, yang bisa punya rumah tengah kota hanya segelintir orang saja. Itu pun sudah dalam bentuk apartemen, bukan lagi rumah hak milik.

Mending ka desa we lah, membangun yang baru jauh dari kota.

Tapi terus teh desana ancur kusabab orang kota nu ka desa hoyong aya mall-mall jeung pabrik-pabrik, plus jalan tol, sareng jalan layang, terus bere we taman. Hahahaha

Jadi lieur...

Catatan: saat ini Jawa sebagai pulau terpadat di Indonesia menghasilkan kerugian luar biasa akibat kemacetan setiap harinya. Solusinya bukanlah penataan ulang wilayahnya, tetapi pembangunan jalan tol dan jalan layang. Perumahan makin mahal dan makin jauh dari pusat kota. Bayangkan setiap hari seorang anak, pulang pergi rumah - sekolah perlu 2-3 jam. Begitu pula para orangtua yang bekerja, perlu waktu yang sama untuk pulang pergi rumah - kantor. Untuk mengatasinya orang-orang beli kendaraan pribadi atau pakai taksi online, yang mana mengakibatkan jalanan malah makin padat.

Saya ingat dulu, waktu SD mau ke sekolah itu tinggal pakai becak atau jalan kaki, tidak sampai 30 menit sudah sampai sekolah.

Tapi itu kan dulu... Dan itu baru persoalan tanah, belum masalah air, energi, pangan, kesehatan, kesenjangan, dst... Waw banyak warisannya... Maafkan generasi bapakmu ini nak.

Semoga tahun 2018-2019, saya dan keluarga bisa mulai beli tanah, bangun rumah, yang jauh dari hiruk-pikuk kota.