Kehidupan selalu berhasil memberikan berbagai kejutan. Dan seperti biasa, semua itu sangat tergantung bagaimana kita menyikapi kejutan-kejutan tersebut. Kadang terharu, kadang marah, kadang iri, kadang bangga, kadang sedih, kadang bahagia, dan kadang-kadang yang lain.
Hari ini sembilan bulan yang lalu, istriku berkata kalau ia hamil lagi. Terkejut saya merespon, "Aduh...". Saat itu saya menyadari, walau dalam keluarga saya adalah yang tertua dari lima bersaudara, saya tidak pernah habis pikir bagaimana bisa mengurus lebih dari satu orang anak? Begitu banyak tantangannya, moril, materil, finansil, belum lagi saat menyaksikan istri berjuang keras saat proses melahirkan dan pasca melahirkan anak pertama. Setelah besar, tantangannya semakin kompleks, nanti sekolahnya gimana? Temennya gimana? Usahanya gimana? Kawinnya gimana? Dan gimana-gimana lainnya.
Tapi menurut saya pertanyaan terbesarnya adalah, dapatkah saya jadi kepala keluarga yang baik?
Selama sembilan bulan saya membuat berbagai targetan, seperti menabung, belajar tentang kehamilan, agar cukup paham perkembangan dari mulai janin hingga balita. Namun ternyata tidak berhasil. Untuk menyisihkan uang saja sulit sekali, selalu ada kebutuhan mendadak.
Jika dilihat dari sudut tersebut saya cukup gagal jadi kepala keluarga yang baik. Untuk bisa memberikan penghidupan yang layak diperlukan setidaknya penghasilan 2x lipat dari UMR.
Tapi kemudian saya sadari itu semua relatif, saya ingat satu hari saat sedang jalan kaki malam hari sepulang bekerja, saya bertemu lagi dengan keluarga gerobak. Sang ibu mendorong gerobak berisi sampah-sampah plastik dan kertas yang bisa di daur ulang. Empat anak-anaknya, dua yang masih kecil duduk di dalam gerobak, sementara dua yang lebih besar ikut jalan bersama ibunya.
Di satu belokan, tiba-tiba mereka berhenti, di dekatnya ada warung rumah makan, dan pemilik warung dengan baik hati memberi mereka makanan, cukup untuk satu kali makan. Lalu mereka melanjutkan perjalanan.
Bagaimana bisa mereka bertahan hidup? Bagaimana nanti anak-anaknya akan bisa tumbuh dewasa dengan normal? Mengapa orangtuanya malah terus bikin anak?
Rabu dini hari kemarin, istriku tiba-tiba muntah-muntah. Maag akutnya kambuh. Semua makanan keluar, bahkan minum air pun muntah lagi. Rabu pagi langsung kontrol ke dokter. Dan melihat ukuran bayi dalam kandungan dokter bertanya mau dilahirkan malam ini?
Saya langsung ikutan sakit perut. Malam ini? Duitnya sama sekali belum ada. Tapi kalau ditunda lagi, kondisinya mungkin bisa lebih membahayakan. Akhirnya saya putuskan malam ini saja dilahirkan. Urusan uang biarlah berutang ke orangtua dulu.
Siang itu pun istri masuk IGD. Di induksi menggunakan balon supaya bisa cepat menambah bukaan. Shihab ikut gelisah, saat melihat ibunya dipasangi selang oksigen. "Kita berdoa ya supaya Ambu dan dede bayi sehat. Malam ini Abah dan Ambu bakal nginep di rumah sakit. Shihab bobo di rumah sama Aki dan Ateu ya." "Iya Ambu..." Begitu obrolan istri dan anakku sore hari.
Tengah malam harinya, kontraksi datang dua menit sekali, sudah bukaan 9. "Tunggu sampai bukaan 10 ya Bu, ibu harus atur napas, supaya gak kehabisan tenaga, karena bayinya besar." Dan satu kali lagi saya mendampingi istri melahirkan. Tegangnya bukan main, melihat kepala kecil keluar, lalu masuk lagi, beberapa kali hingga akhirnya satu bidan naik ke atas kasur dan bantu mendorong, lalu muncullah seluruh badan, tubuh mungil yang gempal. Hari Kamis pukul 1:22, langsung plong rasanya proses lahiran berjalan lancar, ibu dan bayi selamat. Satu nyawa dipercayakan Allah SWT untuk dititipkan kepada kami.
Itulah hidup, kita tidak akan pernah tahu jalan yang ada di depan kita seperti apa. Hidup saya sejauh ini memperlihatkan, tidak mungkin kita bisa menjalani hidup sampai ke titik kita saat ini tanpa bantuan orang lain. Kesulitan akan selalu muncul, tapi setelah kesulitan akan muncul juga kemudahan.
Seperti malam ini, saya selalu berharap masih diberi kesempatan untuk bisa melunasi utang-utang saya, membahagiakan keluarga, dan memberikan manfaat.
Berharap esok matahari masih terbit dari timur. Menyambut sinar matahari yang lembut dan damai, Savitri Aryasena Frisanti.
Friday, August 25, 2017
Friday, August 18, 2017
Baris-Berbaris di Semi Palar
Tahun ini, teman-teman SMP Semi Palar diminta untuk mengisi
acara Selametan TP13 dengan membuat formasi baris-berbaris. Ide yang menarik,
karena anak-anak di Semi Palar tidak mengenal kegiatan baris-berbaris kecuali saat
upacara bendera. Berbeda dengan saya dulu yang kental dengan kegiatan
baris-berbaris, karena ikut pramuka dan sewaktu SMP sering ikut lomba tata
upacara bendera.
Awalnya latihan baris-berbaris di Semi Palar bukan
diperuntukkan untuk kegiatan selametan. Para kakak SMP sepakat di TP13 ini
anak-anak perlu satu kegiatan yang bisa meningkatkan konsentrasi, kebersamaan,
dan melatih postur tubuh. Jadi kami memutuskan untuk memberikan pelatihan
baris-berbaris kepada teman-teman. Suasana yang berbeda tentu dirasakan oleh teman-teman,
kegiatan belajar yang biasanya cair, dekat, dan penuh canda tawa, pada saat
latihan baris-berbaris hal tersebut tidak ada.
Kegiatan baris-berbaris memang lumrah digunakan oleh militer
sebagai sarana latihan mengikuti perintah, belajar dipimpin lewat aba-aba yang diberikan
oleh pemimpin pasukan. Semua sudah ada aturannya, tidak boleh ada gerakan lain
selain aba-aba dari pemimpin pasukan. Pada sesi latihan yang pertama teman-teman
dapat melihat dan merasakan kakak-kakak berubah jadi tegas, suasana pun jadi
hening karena semua berkonsentrasi dengan aba-aba yang akan diberikan.
“Semua paham?” Serempak teman-teman menjawab, “Paham!” Begitu
ucap mereka saat kakak memaparkan fungsi dan tujuan dari kegiatan
baris-berbaris kali ini. Selama satu minggu, teman-teman berlatih
gerakan-gerakan di tempat, jalan di tempat, haluan, hingga maju jalan dan
berbelok. Memang waktunya terlalu singkat. Walau dengan semangat teman-teman
yang tinggi, gerakan-gerakan mereka masih jauh dari sempurna. Kesulitannya
terletak pada perbedaan tinggi badan serta menyesuaikan tempo irama. Gerakan-gerakan
jadi tidak beraturan, karena teman-teman sulit menyamakan tempo khususnya pada
saat jalan di tempat dan gerakan berjalan.
Setelah sesi terakhir usai, semua bertepuk tangan merasakan
perkembangan walau hanya satu minggu. Kini mereka bisa lebih mengenal satu sama
lain, belajar menyesuaikan irama dan langkah.
Dan hari itu pun tiba, seminggu sebelum selametan Kak Andy
mengumpulkan teman-teman SMP dan bertanya, “Apakah teman-teman bersedia untuk
melakukan formasi baris-berbaris pada acara selametan nanti? Teman-teman akan
membawa patung Soekarno, Hatta, dan Bendera Merah Putih, ke tengah-tengah karya
yang dibuat oleh seluruh warga SMIPA.”, merasa tertantang mereka serempak
menjawab, “Siap Kak!”
Sejak itu latihan formasi pun dimulai. Waktunya hanya 2 kali
latihan di sekolah, dan 1 kali latihan di lokasi. Kakak-kakak SMP berembug
untuk membuat satu formasi yang sekiranya bisa dilakukan oleh anak-anak,
formasi yang tidak sulit, tetapi tidak terlalu mudah juga. Dengan waktu yang
sangat terbatas serta tidak ada kepastian jumlah teman-teman yang nanti akan
hadir pada saat selametan, formasi pun dibuat supaya berapapun jumlah
teman-teman, formasinya nanti tetap dapat dilakukan.
Idenya adalah teman-teman berbaris 6 banjar, lalu membuka barisan, hingga membentuk tiga pasukan, di kiri, kanan, dan tengah. Kemudian perwakilan dari setiap pasukan akan maju ke depan, lalu menerima patung Soekarno, Hatta, dan Bendera Merah Putih. Setelah itu melangkah perlahan ke tengah karya kepulauan Indonesia, menempatkan ketiga benda tersebut dan kemudian kembali ke pasukannya. Dan diakhiri dengan menutup formasi barisan, kembali menjadi 6 banjar.
Entah mungkin karena baru pertama kali membuat formasi
barisan, teman-teman sangat antusias dan bersungguh-sungguh agar formasi
tersebut bisa sukses. Dengan bersama-sama berhitung, mereka mencoba menyamakan
langkah, agar bisa rapi dan kompak. Namun apa mau dikata, waktu yang tersedia
sangat sempit. Kami berdoa semoga di hari selametan semua bisa berjalan dengan
lancar.
Hari Jumat, “In, untuk besok selametan kamu yang pimpin
pasukan ya.” “Siap Kak!” Sehari sebelum selametan saya meminta Indira
menyiapkan diri, ia menjawab tanpa ragu. Teman-teman sebelumnya mengira saya
yang akan memberi aba-aba nanti. Tapi tentunya akan lebih bermakna apabila
mereka sendiri yang melaksanakan seluruh rangkaian formasi tersebut.
Sabtu 12 Agustus pun tiba. Satu persatu teman-teman tiba,
tapi ternyata hingga siang jumlahnya ganjil, saat latihan 36 orang, dan yang
hadir setelah dihitung oleh Kak Danti hanya 27 orang. Wah, harus mengganti
formasi. Karena jumlah tersebut tidak cantik apabila dibuat jadi 6 banjar.
Pukul 10:15 kami berkumpul. Hanya ada satu jam untuk berlatih. Merubah formasi, dan sekaligus melakukan gladi.
Teman-teman terlihat tegang. Tapi semua tetap bersemangat,
berusaha fokus di bawah komando kakak. Akhirnya kakak memutuskan untuk membuat pasukan
menjadi 3 saf, 9 banjar. Nantinya akan ada tiga kelompok kecil terdiri dari 9
orang yang akan membuat formasi. Jadi formasi tetap sama, hanya jumlah orangnya
yang berbeda. Semua bekerja keras memastikan agar formasi dapat berjalan. Selain Indira, ada tiga orang perwakilan kelas yang juga memiliki tanggung
jawab lebih, yaitu Fauzan membawa patung Soekarno, Feta membawa patung Hatta,
dan Alika membawa bendera merah putih. Teman-teman tidak ada yang mengeluh.
Semua sudah siap. Enam puluh menit pun habis. Kakak-kakak SMP membagikan dan
memasangkan setangan leher/hasduk kepada teman-teman.
“In, ini setangan leher saya, yang selalu menemani saya
berkegiatan di kepramukaan.” Sambil saya kalungkan ke lehernya.
11:15 kami berkumpul di lapangan utama. Kak Andy meminta
semua orangtua dan teman-teman jenjang kecil untuk berkumpul, tanda upacara
penutupan akan segera dimulai.
“Fauzan sebagai penjuru!” Indira memberi aba-aba.
“Siap, Fauzan sebagai penjuru!” Fauzan menyahut.
“Tiga bersaf kumpul, mulai!
“Jalan di tempat, gerak!”
“Buka formasi, jalan!” Indira berturut-turut memberikan
aba-aba.
Dan teman-teman pun berhasil membuka formasi dengan lancar. Hasil
latihan selama ini diperlihatkan oleh teman-teman.
“Henti, gerak!”
Fauzan, Alika, dan Feta, berjalan ke depan untuk menerima
patung Soekarno, Hatta, dan Bendera Merah Putih.
“Kepada Bendera Merah Putih, hormat gerak!”
Suara lantang Indira menandai Bendera Merah Putih akan
dibawa berjalan menuju tengah lapangan. Diiringi lagu Bagimu Negeri, patung
Soekarno, Hatta, dan Bendera Merah Putih akhirnya menempati posisinya tepat di
tengah-tengah kepulauan nusantara.
Upacara pun dilanjutkan dengan berdoa dan ditutup dengan menyanyikan
lagu Indonesia Pusaka, upacara pun selesai.
“Tutup formasi jalan!”
Teman-teman dengan sigap kembali membentuk barisan 3 bersaf.
Indira lalu berjalan ke tengah pasukan, “Bubar jalan!”
Setelah hormat, semua pun balik kanan, lalu berteriak, “SMIPA!”
Dan rasa haru pun meluap-luap. Tidak menyangka mereka bisa
menuntaskan tugas tersebut.
Teman-teman, teruslah raih mimpi-mimpimu, tapi tetaplah ingat
tanah airmu. Jagalah bumi Indonesia.
“Disanalah aku berdiri
Jadi Pandu Ibuku...”
Sunday, July 30, 2017
Belajar Investasi
Teknologi dan perkembangan zaman mengantarkan kita pada era konektivitas dan keajaiban-keajaiban yang bisa kita nikmati saat ini. Salah satunya adalah berbagai bentuk investasi jangka panjang yang kini bisa diakses dan terjangkau untuk siapa pun.
Dulu waktu tahun 90-an, jika ingin investasi kita harus mempunyai modal yang tidak sedikit, minimal 25 juta untuk bisa mulai berinvestasi. Sebelumnya perlu dipahami dulu, bahwa investasi ini penting dilakukan sedini mungkin. Jangan seperti saya yang malah berfoya-foya, sehingga lebih sering besar pasak daripada tiang.
Tidak semua orang sama dalam mengatur keuangan pribadi/rumah tangganya. Namun, prinsipnya selalu sama, jika ingin pensiun nyaman kelak, maka kita harus bisa mengatur supaya pemasukan lebih besar daripada pengeluaran. Dari pemasukan tersebut ada yang bisa menyisihkan 10%, 30%, atau mungkin lebih untuk menabung dan berinvestasi. Tidak masalah walau pendapatanmu kurang dari 5 juta rupiah per bulan, yang penting kemauan untuk menyisihkan sebagian dari pemasukan tesebut. Karena, saat ini mungkin usianya masih 20 tahun, tapi tidak akan terasa tiba-tiba usianya sudah 30 tahun, terus 40 tahun, terus akhirnya menyesal seperti saya yang selalu saja gagal menabung/berinvestasi.
Nah, investasi sendiri tentunya ada berbagai macam, kali ini saya akan berbagi mengenai jenis-jenis investasi yang liquid (mudah dicairkan kapan saja), dan murah, tapi memiliki tingkat pertumbuhan yang cukup lumayan secara jangka panjang.
Yang pertama dan yang paling murah adalah investasi emas dari PT Pegadaian. Saat ini Pegadaian memiliki produk investasi emas yang sangat menarik. Mengapa emas? Karena emas itu nilainya stabil, walau kena krisis moneter sekalipun. Walau harganya naik-turun, tetapi secara jangka panjang nilainya cenderung selalu naik. Perlu diingat, investasi emas ini baru terasa nilainya jika sudah tiga tahun lebih.
Produknya sendiri ada dua macam, yaitu tabungan emas dan kredit emas. Saya akan bahas secara ringkas satu persatu. Tabungan emas bentuknya seperti kita menabung di bank, jadi kita diberikan buku tabungan lalu bisa setor dan melakukan penarikan, serta transfer. Akan tetapi yang membedakannya adalah saldo di buku tabungan kita itu nominalnya dalam gram emas.
Investasi awal yang diperlukan hanya senilai 0,01 gram emas saja (atau saat ini sekitar Rp 5.600). Minggu lalu saya coba datangi kantor Pegadaian dekat rumah saya. Pelayanannya ramah dan cepat (saya sarankan untuk membuka rekening tabungan emas ini di kantor cabang yang cukup besar), tidak sampai 30 menit, hanya dengan Rp 100.000 saya sudah dapat buku tabungan emas tersebut dengan saldo 0,09 gram emas. Rinciannya sebagai berikut:
Biaya pembukaan rekening Rp 10.000
Biaya materai Rp 6.000
Biaya administrasi untuk satu tahun Rp 30.000
Sisa Rp 54.000 dibelikan emas setara 0,096 gram emas
Biaya materai Rp 6.000
Biaya administrasi untuk satu tahun Rp 30.000
Sisa Rp 54.000 dibelikan emas setara 0,096 gram emas
Selesai deh! Jika nanti ada uang lagi dan ingin ditabungkan, akan dikonversikan sesuai harga emas saat itu. Sangat mudah, cepat, dan juga aman.
Apakah ada biaya-biaya lain? Menurut informasi dari customer service-nya, ada emas yang harus mengendap senilai 0,1 gram di tabungan emas tersebut. Kita boleh menarik dalam bentuk uang minimal senilai 5 gram (sesuai harga beli PT Pegadaian), dengan saldo emas di buku tabungan kita terdapat 5,1 gram. Lalu kita pun bisa mencetak emas yang kita miliki, ini pun sama minimal 5 gram, nah untuk biaya cetak emasnya ini cukup mahal. Harga cetak emas UBS Rp 87.000 untuk 5 gram.
Lalu yang satunya lagi adalah kredit emas. Produk ini memudahkan kita untuk memiliki logam mulia dari mulai 5 gram hingga 1 kg. Buat rekan-rekan yang mampu menyisihkan dana secara tetap, kredit emas ini bisa menjadi pilihan investasi. Di website PT Pegadaian, terdapat simulasi kredit emas ini untuk memudahkan kita memperhitungkan berapa dana yang harus kita sisihkan untuk mendapatkan keping logam mulia yang kita inginkan.
Misal kita ingin memiliki 1 keping logam mulia 10 gram, dicicil selama 12 bulan. Dari hasil simulasi didapatkan:
Total Harga Mulia: Rp 5.591.000
Total Margin: Rp 646.166
Harga Penjualan: Rp 6.237.166
Uang Muka di Bayar *): Rp 1.118.200
Jumlah Pembiayaan: Rp 5.118.966
Angsuran per Bulan: Rp 426.581
Total Margin: Rp 646.166
Harga Penjualan: Rp 6.237.166
Uang Muka di Bayar *): Rp 1.118.200
Jumlah Pembiayaan: Rp 5.118.966
Angsuran per Bulan: Rp 426.581
*) uang muka ini senilai 20%, bisa jadi 10% apabila dibeli secara kolektif/arisan minimal 6 orang.
Perlu diperhatikan sekali lagi, emas ini pertumbuhannya kecil namun stabil. Saya ingat dulu tahun 2011, harga 1 gram emas itu sekitar Rp 500.000, kini 2017, nilainya Rp 590.000. Hanya bertumbuh 18% saja.
Investasi berikutnya adalah deposito bank. Dulu jika kita ingin buka deposito di bank, kita perlu modal awal puluhan juta rupiah. Kini, hanya dengan modal satu juta rupiah saja, kita sudah bisa memiliki rekening deposito.
Beberapa bank yang memiliki produk tersebut diantaranya, Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah, BRI, Mandiri, BTN, Danamon, dll. Tampaknya semakin banyak bank yang membuat produk yang serupa.
Walau pertumbuhannya rata-rata 5% - 9% saja per tahun, akan tetapi deposito tetap menjadi pilihan yang diminati, karena resiko sangat kecil dan dapat memiliki kepastian pendapatan setiap bulanannya, sesuai nilai uang yang didepositokan. Secara simpelnya, dengan pertumbuhan 5% per tahun maka dalam waktu kurang lebih 14,5 tahun dana kita akan menjadi dua kali lipat dari pokok awalnya. Jika tiap tahun kita tambahkan sejumlah dana lagi ke pokok awal, maka waktu yang dibutuhkan akan jauh lebih singkat. Itulah sebabnya, ada pepatah yang mengatakan keajaiban dunia yang ke delapan adalah bunga berbunga.
Contoh simulasi:
Dana pokok: Rp 1.000.000
Dana tambahan per tahun: Rp 100.000
Bunga per tahun: 5%
Dana tambahan per tahun: Rp 100.000
Bunga per tahun: 5%
Maka dalam waktu 6 tahun, uang kita akan senilai Rp 2.000.000 kurang lebih.
Yang terakhir adalah investasi reksadana. Dulu investasi reksadana perlu modal awal minimal Rp 25 juta. Kini, hanya dengan modal Rp 100.000 - Rp 1.000.000 saja kita bisa memiliki investasi reksadana. Bahkan kini saat pembukaan rekening awal di sekuritas, kita bisa bebas memilih untuk menginvestasikan dana kita ke dalam jual beli saham, reksadana, atau ETF.
Produk reksadana ini semakin populer dengan maraknya perusahaan-perusahaan asuransi yang mengeluarkan berbagai program unit link. Perbedaannya tentu saja, dalam investasi reksadana kita tidak perlu mengeluarkan biaya premi rutin. Bahkan di Indonesia reksadana ini adalah investasi yang bebas pajak. Jadi cukup buka rekening satu kali, pilih reksadana yang sesuai, lalu tinggalkan. Jika ada dana lebih tambahkan, jika tidak ada pun tidak apa-apa. Dibandingkan investasi-investasi yang saya paparkan sebelumnya, reksadana ini memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi, namun masih relatif aman, selama kondisi perekonomian lokal dan dunia stabil.
Kita pun bisa melihat dan mengevaluasi kinerja berbagai reksadana yang ada di pasar saat ini. Walau kesannya intimidatif, namun dengan banyak bertanya maka istilah-istilah rumit tersebut akan menjadi mudah.
Reksadana sendiri atau mutual fund, adalah produk sekuritas yang memudahkan kita untuk berinvestasi dalam pasar modal tanpa kita sendiri terjun di dalamnya. Dengan modal bersama, kita mempercayakan investasi kita kepada manajer investasi untuk mengoptimalkan pertumbuhan dana kita selama waktu yang kita inginkan. Tidak ada batasan waktu seperti halnya deposito, kita bisa bisa membeli dan menjual unit reksadana kapan saja kita mau. Namun, untuk pertumbuhan optimal idealnya kita simpan minimal selama satu tahun. Rata-rata pertumbuhan produk reksadana itu 10% per tahun. Nilai ini tergantung produk yang kita pilih, bisa lebih tinggi dan bisa lebih rendah.
Perlu diingat prinsip high risk - high return. Karena tujuan kita berinvestasi adalah untuk dana pensiun dan masa depan, selalulah berhati-hati saat memilih produk investasi. Jangan mudah tergiur return tinggi, jika ada yang menjanjikan return diatas 15% per tahun, kita perlu waspada. Lalu, jangan juga kita menyimpan semua dana kita ke dalam satu jenis investasi. Pilihlah 3-4 jenis investasi untuk diversifikasi, dan saat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan kita tidak akan kerepotan.
Selamat berinvestasi!
Wednesday, June 21, 2017
Bercermin
Siapakah aku? Mengapa aku ada? Apa tujuanku?
Dari sejak remaja hingga hari ini, aku masih berusaha menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Aku jauh dari sempurna, aku penuh kealpaan. Setiap hari rasanya semakin jauh dari tujuan. Dapatkah aku berhenti dahulu? Melihat kembali, sejauh mana aku tersesat. Sejauh mana aku kehilangan arah.
Tapi berhenti pun butuh waktu. Berhenti pun sama dengan bergerak linear searah waktu. Kalau begitu dapatkah aku menciptakan waktu?
Mungkin saat ini satu-satunya peluangku adalah dengan menggunakan waktu tunggu. Jadi seperti mengerjakan dua hal sekaligus. Seperti membaca buku saat menunggu tiba ke satu tempat di kendaraan. Atau menulis saat menunggu anak-anak berkegiatan.
Aku coba berhenti sejenak. Sambil menunggu kantuk datang.
Untaian ingatan berkelana. Mencari jauh ke masa lalu.
Betapa banyak pilihan-pilihan yang tidak tepat. Dan mengapa banyak kesalahan kerap aku ulangi?
Bukankah aku itu aneh, selalu berkeinginan untuk jadi lebih baik, tapi mengapa terus menunda-nunda berbuat sesuatu?
Ingin menyelesaikan banyak hal, tapi mengapa hanya sebatas ingin saja?
Berharap perubahan datang tiba-tiba, bisakah tanpa berusaha?
Oh, mungkin saja, apa sih yang gak mungkin di dunia ini? Pikirku. Aku berada di antara milyaran manusia di bumi. Berlomba-lomba dalam kehidupan dunia.
Dan aku ternyata tidak bisa berbuat apa-apa tanpa bantuan orang lain. Dan aku ternyata tidak pula berbuat apa-apa untuk bisa membalas mereka. Seringkali aku menyesal, mengapa begini? Mengapa begitu?
Untuk semua orang yang ada di sekililingku, Bapak, Ibu, keluargaku, teman-teman, guru-guru, kakak-kakak, adik-adik, rasanya selalu saja aku merepotkan. Waktu, tenaga, pikiran, uang. Bagaimana mungkin aku bisa membalas kebaikan semua orang?
Janji tak ditepati, utang tak terbayar.
Waktu terus berjalan, waktu semakin sempit. Untuk semua yang pernah kusakiti, semua utang yang belum terbayar, maafkan aku, lalai dan malu belum bisa menyelesaikannya.
Tapi tidaklah boleh menyerah.
Lagipula kehidupan ini hanya senda gurau saja.
Tapi mungkin itulah penyebabnya. Aku jadi seringkali kurang serius. Kurang menghadirkan diri. Kurang peka. Kurang perhitungan.
Tapi aku juga bisa melihat, perjalananku hingga hari ini, aku haruslah banyak-banyak bersyukur. Semua ternyata bisa dilewati. Karena ternyata Allah selalu melindungi lewat kebaikan orang-orang di sekelilingku.
Jadi jawabannya adalah, aku ini hasil kebaikan. Aku ada untuk berbuat baik. Tujuanku membawa bekal kebaikan di hari akhir nanti. Jadi saat sulit pun tetaplah jadi kebaikan. Demi Allah yang terus-menerus memberi kebaikan lewat orang-orang, lewat bumi dan isinya. Walau aku bergelimang kesalahan, tetaplah berbuat kebaikan.
Semoga orang-orang yang kusayangi dan menyayangiku selalu dalam lindungan Allah Yang Maha Kuasa. Aamiin.
Dari sejak remaja hingga hari ini, aku masih berusaha menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Aku jauh dari sempurna, aku penuh kealpaan. Setiap hari rasanya semakin jauh dari tujuan. Dapatkah aku berhenti dahulu? Melihat kembali, sejauh mana aku tersesat. Sejauh mana aku kehilangan arah.
Tapi berhenti pun butuh waktu. Berhenti pun sama dengan bergerak linear searah waktu. Kalau begitu dapatkah aku menciptakan waktu?
Mungkin saat ini satu-satunya peluangku adalah dengan menggunakan waktu tunggu. Jadi seperti mengerjakan dua hal sekaligus. Seperti membaca buku saat menunggu tiba ke satu tempat di kendaraan. Atau menulis saat menunggu anak-anak berkegiatan.
Aku coba berhenti sejenak. Sambil menunggu kantuk datang.
Untaian ingatan berkelana. Mencari jauh ke masa lalu.
Betapa banyak pilihan-pilihan yang tidak tepat. Dan mengapa banyak kesalahan kerap aku ulangi?
Bukankah aku itu aneh, selalu berkeinginan untuk jadi lebih baik, tapi mengapa terus menunda-nunda berbuat sesuatu?
Ingin menyelesaikan banyak hal, tapi mengapa hanya sebatas ingin saja?
Berharap perubahan datang tiba-tiba, bisakah tanpa berusaha?
Oh, mungkin saja, apa sih yang gak mungkin di dunia ini? Pikirku. Aku berada di antara milyaran manusia di bumi. Berlomba-lomba dalam kehidupan dunia.
Dan aku ternyata tidak bisa berbuat apa-apa tanpa bantuan orang lain. Dan aku ternyata tidak pula berbuat apa-apa untuk bisa membalas mereka. Seringkali aku menyesal, mengapa begini? Mengapa begitu?
Untuk semua orang yang ada di sekililingku, Bapak, Ibu, keluargaku, teman-teman, guru-guru, kakak-kakak, adik-adik, rasanya selalu saja aku merepotkan. Waktu, tenaga, pikiran, uang. Bagaimana mungkin aku bisa membalas kebaikan semua orang?
Janji tak ditepati, utang tak terbayar.
Waktu terus berjalan, waktu semakin sempit. Untuk semua yang pernah kusakiti, semua utang yang belum terbayar, maafkan aku, lalai dan malu belum bisa menyelesaikannya.
Tapi tidaklah boleh menyerah.
Lagipula kehidupan ini hanya senda gurau saja.
Tapi mungkin itulah penyebabnya. Aku jadi seringkali kurang serius. Kurang menghadirkan diri. Kurang peka. Kurang perhitungan.
Tapi aku juga bisa melihat, perjalananku hingga hari ini, aku haruslah banyak-banyak bersyukur. Semua ternyata bisa dilewati. Karena ternyata Allah selalu melindungi lewat kebaikan orang-orang di sekelilingku.
Jadi jawabannya adalah, aku ini hasil kebaikan. Aku ada untuk berbuat baik. Tujuanku membawa bekal kebaikan di hari akhir nanti. Jadi saat sulit pun tetaplah jadi kebaikan. Demi Allah yang terus-menerus memberi kebaikan lewat orang-orang, lewat bumi dan isinya. Walau aku bergelimang kesalahan, tetaplah berbuat kebaikan.
Semoga orang-orang yang kusayangi dan menyayangiku selalu dalam lindungan Allah Yang Maha Kuasa. Aamiin.
Friday, May 26, 2017
Kok Gak Cukup?
Heran, kenapa seringkali kejadian gak cukup.
Gak cukup bagus, gak cukup banyak, gak cukup sehat, gak cukup uangnya, gak cukup rajin, gak cukup adil, dan yang paling sering kejadian..., gak cukup waktu.
Memang sih pada akhirnya dipasrahkan saja. Kan gak cukup. Ya dipakai secukupnya saja. Tapi kan sayang hasilnya jadi tidak maksimal.
Atau memang begitukah adanya? Akankah selalu tidak cukup?
Berarti, apakah cukup itu relatif?
Apakah tergantung sudut pandang kita?
Ataukah ada standarnya, ada suatu pembandingnya hingga bisa cukup?
Seperti istriku pernah bilang, ia sudah berusaha melakukan semuanya, tapi kenapa orang lain tetap menilai itu tidak cukup?
Seperti halnya gaji bulanan, selalu ada saja kejadian, hingga jadi gak cukup.
Seperti halnya anak sekolahan, sudah belajar mati-matian tapi nilai rapornya gak pernah 100%.
Atau apakah itu terjadi karena prasangka di awal? Atau memang mismanajemen? Atau memang takdirnya begitu?
Ah, itu hanya pikiranku saja. Buktinya sampai sekarang aku masih hidup, masih sehat, masih bisa bekerja, masih bisa belajar, masih bisa makan bareng keluarga. Jadi sebetulnya cukup kan?
Karena memang Allah SWT selalu mencukupkan. Mungkin betul apa yang dikatakan guruku, hidup itu tergantung niat. Karena kebutuhan manusia itu tidak akan pernah ada habisnya. Bahkan seorang ahli ibadah pun selalu merasa ibadahnya tidak pernah cukup. Jadi niatmu apa? Maka usahakan sebaik-baiknya, serahkanlah dan ikhlaskan hasil akhirnya. Sampai akhir hayat.
Semoga hidupku ini bisa mencukupkan kehidupan orang-orang disekitarku. Aamiin.
Selamat menunaikan ibadah puasa kawan!
Gak cukup bagus, gak cukup banyak, gak cukup sehat, gak cukup uangnya, gak cukup rajin, gak cukup adil, dan yang paling sering kejadian..., gak cukup waktu.
Memang sih pada akhirnya dipasrahkan saja. Kan gak cukup. Ya dipakai secukupnya saja. Tapi kan sayang hasilnya jadi tidak maksimal.
Atau memang begitukah adanya? Akankah selalu tidak cukup?
Berarti, apakah cukup itu relatif?
Apakah tergantung sudut pandang kita?
Ataukah ada standarnya, ada suatu pembandingnya hingga bisa cukup?
Seperti istriku pernah bilang, ia sudah berusaha melakukan semuanya, tapi kenapa orang lain tetap menilai itu tidak cukup?
Seperti halnya gaji bulanan, selalu ada saja kejadian, hingga jadi gak cukup.
Seperti halnya anak sekolahan, sudah belajar mati-matian tapi nilai rapornya gak pernah 100%.
Atau apakah itu terjadi karena prasangka di awal? Atau memang mismanajemen? Atau memang takdirnya begitu?
Ah, itu hanya pikiranku saja. Buktinya sampai sekarang aku masih hidup, masih sehat, masih bisa bekerja, masih bisa belajar, masih bisa makan bareng keluarga. Jadi sebetulnya cukup kan?
Karena memang Allah SWT selalu mencukupkan. Mungkin betul apa yang dikatakan guruku, hidup itu tergantung niat. Karena kebutuhan manusia itu tidak akan pernah ada habisnya. Bahkan seorang ahli ibadah pun selalu merasa ibadahnya tidak pernah cukup. Jadi niatmu apa? Maka usahakan sebaik-baiknya, serahkanlah dan ikhlaskan hasil akhirnya. Sampai akhir hayat.
Semoga hidupku ini bisa mencukupkan kehidupan orang-orang disekitarku. Aamiin.
Selamat menunaikan ibadah puasa kawan!
Sunday, May 21, 2017
Tuhan Mengetuk Pintu
Betapa sarana media sosial saat ini berlaku seperti Tuhan.
Orang-orang berdoa di sana, saling menghakimi di sana, dan saling menyebarkan ayat-ayat dari kitab masing-masing. Berlomba-lomba mencari surga Tuhan di sana.
Adakah memang sekuat itu kebutuhan seseorang untuk diperhatikan orang lain?
Seberapa seringkah kamu menyaksikan hal tersebut?
Berbagai tulisan disampaikan. Tentunya dengan berbagai niatan. Mungkin memang senangnya curhat, senang bercanda, nyindir, berpose, dan lain sebagainya. Apalah hak saya menilai semua itu. Tapi satu dua pengalaman menarik jadi hal yang seru untuk didiskusikan.
Media sosial bisa jadi perantara Tuhan yang paling kekinian. Berita apa pun begitu cepat direspon, sehingga para netizen semakin bersemangat biar statusnya atau status orang lain menjadi viral.
Butuh apa pun hampir pasti ada jawabannya. Mulai dari masalah keuangan, travelling, politik, hingga masalah pasangan hidup. Selalu ramai, dan selalu saja ada hal baru.
Setiap pemimpin, organisasi, dan perusahaan, kini memiliki media sosial. Mereka berusaha seperti Tuhan, dapat menjawab persoalan anggotanya dan pelanggannya dengan cepat dan real-time.
Ada kalanya kekuatan media sosial begitu besar, seperti tangan Tuhan sendiri yang mengetuk pintu rumahmu. Langsung muncul bantuan dari gotong royong para netizen. Luar biasa!
Kini kita bisa melihat karakter seseorang dari profil media sosialnya. Walau bukan gambaran utuh. Tapi cukup. Sehingga strategi apa pun untuk meraih massa, haruslah memanfaatkan media sosial.
Tampaknya tak berapa lama lagi kita bisa update status hanya lewat pikiran. Tak perlu bicara/menulis. Memang wajar kiranya sebagian orang seperti menuhankan teknologi.
Namun sayang semaju apa pun teknologinya jika manusia sebagai penggunanya kurang berpendidikan, maka rusaklah tangan Tuhan.
Bisa kita lihat banyak akun palsu bertebaran. Mungkin karena itu juga ada orang-orang sekarang memiliki banyak akun di satu media sosial. Bisa lebih dari 5 akun per orang. Entah untuk apa saja akun sebanyak itu.
Mungkin karena itu juga Trump menang saat pilpres Amerika. Ilmu media sosial beliau memang dahsyat.
Dakwah pun sekarang lancar lewat media sosial. Tak perlu lagi door to door, tinggal unggah maka seluruh dunia bisa melihat. Mungkin itu kunci kesuksesan ISIS. Cerdik menggunakan media sosial.
Semakin mudah berkolaborasi, semakin mudah juga berkonspirasi.
Semoga kita bisa memanfaatkan media sosial untuk mencerdaskan kehidupan dan membangun peradaban. Bukan untuk memecah belah dan saling menghakimi.
Tuesday, May 2, 2017
Membandingkan Zaman
Untuk adik-adikku yang kini tengah menjalani akhir tahun pelajaran di sekolah.
Ada yang selalu membanding-bandingkan antara generasi dahulu dan generasi sekarang, terutama melihat daya juang dan daya eksplorasi anak-anak jaman dulu dan jaman sekarang.
Banyak yang bilang, anak-anak sekarang mah payah, mudah menyerah, contoh: dikasih PR sedikit dibilang banyak, apalagi kalau dikasih banyak. Gak tahu jalan-jalan di daerah rumahnya sendiri, padahal sering jalan-jalan ke luar kota bahkan ke luar negri. Seneng pake barang luar negri dibanding produk-produk Indonesia. Kurang sopan. Temennya sedikit, banyakan virtual. Dan sebagainya. Benarkah demikian?
Saya yang dulu pernah seusiamu pun merasakan hal yang sama. Dibanding-bandingkan.
Bagaimana tidak, karena generasi bapak saya sewaktu sekolah dasarnya sempat belajar menggunakan sabak. Sebuah papan tulis kapur kecil. Jadi orang-orang jaman dulu sekolah tuh tidak bawa catatan, hanya bawa sabak. Mereka mencatat di papan tersebut, lalu setelah penuh, baca lagi sebentar, lalu dihapus. Sekolah hanya mengandalkan ingatan. Tidak ada buku catatan, apalagi Mbah Google atau Wikipedia.
Lalu kemana-mana jalan kaki, atau paling banter pakai sepeda. Ngabring sama teman-teman satu kampung. Jadi pastinya satu kampung kenal semua anaknya dan keluarganya.
Sementara saya mah belajar sudah ada buku tulis untuk mencatat, ada banyak buku di perpustakaan, dan sudah ada televisi walau cuma ada channel tvri dan rcti. Masuk tahun 90an mulai marak video games, jadi anak-anak mulai lebih sering di rumah daripada main keluar.
Jadi apakah benar daya juang dan daya eksplorasi kita menurun?
Menurut salah seorang guru saya, tidak. Karena zaman terus berubah, teknologi semakin maju, dunia semakin padat penduduknya. Yang benar itu TANTANGANNYA BERBEDA.
Saat ini begitu mudahnya kita kalau mau mencari informasi tentang apa pun. Lewat ponsel semua bisa dilakukan. Bayangkan berapa juta informasi masuk ke ponselmu setiap hari?
Coba cek tv mu saat ini ada berapa channel? Belum ditambah channel dari tv kabel.
Saat ini mau makan itu gampang banget, tinggal seduh jadi. Itu pun air panasnya lewat dispenser, gak perlu masak air dahulu.
Apalagi bermain games. Ada konsol klasik macam Nintendo snes, sampai VR game sekarang ada. Mau game apa? Tinggal unduh saja.
Mau belajar juga gak perlu repot-repot. Tinggal Googling, masuk Wikipedia, atau nonton YouTube, ada semua. Luar biasa!
Lalu tantangannya dimana?
Dapatkah kamu bayangkan, dengan begitu cepatnya teknologi, apakah ada pekerjaan yang aman kelak? Aman dalam artian tidak akan digantikan oleh teknologi.
Dengan masuknya zaman globalisasi otomatis persaingan makin ketat. Dapatkah kamu kelak bersaing dengan anak-anak dari Tiongkok, Jepang, India, Malaysia, Arab, Amerika, Afrika, dan Eropa?
"Ah, nanti mah jadi supir ojek/taksi online aja.." Pernahkah kamu mencoba seharian naik kendaraan di jalanan sekarang? Macet dan panas, belum penumpang yang nyebelin. Terus penghasilan mu berapa kalau semua orang cita-citanya sama jadi supir juga? Belum lagi kalau mobil otomatis sudah banyak dan murah. Supir gak akan dibutuhkan lagi.
"Ah, jadi artis/seniman aja.." Ini lebih menarik, karena perbandingannya hanya 1 dari sejuta yang bisa betulan jadi artis dan berpenghasilan memadai. Kalau bukan karena kerja keras dan karunia Tuhan gak akan berhasil.
Pekerjaan apa pun tidak ada yang aman. Apakah kamu memperhatikan, sekarang semua orang tuh serba terburu-buru. Pesen online harus sekarang juga sampai. Kalau chat harus sekarang juga dibalas. Kalau upload foto harus sekarang juga di-like. Kalau pesen makanan, harus sekarang juga masak. Kalau tidak bisa memenuhi permintaan pelanggan maka langsung tutup bisnisnya.
Terus lagi biaya sekolah sekarang mahalnya setinggi langit, abis gitu udah mahal-mahal hasilnya belum tentu kamu sukses. Buat apa sekolah kalau gitu?
Jadi sekali lagi tantangannya berbeda.
Tapi ada yang sama, sejak jaman batu ada yang selalu dilakukan oleh manusia hingga bisa bertahan hingga nanti akhir jaman.
Hal-hal yang sama tersebut adalah kemampuan-kemampuan dasar/life-skill yang semestinya dimiliki semua orang. Yaitu: Kemampuan bertanya, jika orang-orang jaman batu itu tidak suka bertanya/mempertanyakan sesuatu. Gak mungkin mereka berhenti jadi bangsa nomaden. Gak mungkin menetap kemudian bercocok tanam. Gak mungkin ada teknologi canggih seperti sekarang. Semua karena bertanya, what if...
Lalu kemampuan berkomunikasi dan berkolaborasi. Jelas tidak ada yang bisa dicapai kalau kerja sendirian. Semua pemimpin dunia, selebritis, dan pengusaha sukses, tidak akan ada tanpa kemampuan bicara, meraih kepercayaan, bernegosiasi, juga bekerja sama dalam tim, memimpin dan dipimpin. Bohong besar kalau ada yang bilang, aku sukses karena usahaku sendiri.
Terakhir adalah kemampuan berkreasi dan berinovasi. Hanya manusialah yang diberi karunia memiliki otak canggih luar biasa. Walau kadang hasil inovasinya tersebut merusak seperti senjata perang dan macam pabrik-pabrik yang berpolusi, tapi tanpa daya kreasi manusia sama saja dengan mati.
Jadi sekarang kamu bisa memilih, terus mengeluh dengan kondisimu saat ini, membiarkan rasa malas mengambil alih hidupmu. Atau bangun, mencoba menggapai mimpi-mimpimu. Membahagiakan dirimu dan keluargamu.
Walau sekarang semua serba instan. Sayangnya tidak ada kesuksesan instan. Kalaupun ada tidak akan bertahan lama suksesnya.
Akhir kata.. Selamat berjuang kawan!
#HariPendidikanNasional
Ada yang selalu membanding-bandingkan antara generasi dahulu dan generasi sekarang, terutama melihat daya juang dan daya eksplorasi anak-anak jaman dulu dan jaman sekarang.
Banyak yang bilang, anak-anak sekarang mah payah, mudah menyerah, contoh: dikasih PR sedikit dibilang banyak, apalagi kalau dikasih banyak. Gak tahu jalan-jalan di daerah rumahnya sendiri, padahal sering jalan-jalan ke luar kota bahkan ke luar negri. Seneng pake barang luar negri dibanding produk-produk Indonesia. Kurang sopan. Temennya sedikit, banyakan virtual. Dan sebagainya. Benarkah demikian?
Saya yang dulu pernah seusiamu pun merasakan hal yang sama. Dibanding-bandingkan.
Bagaimana tidak, karena generasi bapak saya sewaktu sekolah dasarnya sempat belajar menggunakan sabak. Sebuah papan tulis kapur kecil. Jadi orang-orang jaman dulu sekolah tuh tidak bawa catatan, hanya bawa sabak. Mereka mencatat di papan tersebut, lalu setelah penuh, baca lagi sebentar, lalu dihapus. Sekolah hanya mengandalkan ingatan. Tidak ada buku catatan, apalagi Mbah Google atau Wikipedia.
Lalu kemana-mana jalan kaki, atau paling banter pakai sepeda. Ngabring sama teman-teman satu kampung. Jadi pastinya satu kampung kenal semua anaknya dan keluarganya.
Sementara saya mah belajar sudah ada buku tulis untuk mencatat, ada banyak buku di perpustakaan, dan sudah ada televisi walau cuma ada channel tvri dan rcti. Masuk tahun 90an mulai marak video games, jadi anak-anak mulai lebih sering di rumah daripada main keluar.
Jadi apakah benar daya juang dan daya eksplorasi kita menurun?
Menurut salah seorang guru saya, tidak. Karena zaman terus berubah, teknologi semakin maju, dunia semakin padat penduduknya. Yang benar itu TANTANGANNYA BERBEDA.
Saat ini begitu mudahnya kita kalau mau mencari informasi tentang apa pun. Lewat ponsel semua bisa dilakukan. Bayangkan berapa juta informasi masuk ke ponselmu setiap hari?
Coba cek tv mu saat ini ada berapa channel? Belum ditambah channel dari tv kabel.
Saat ini mau makan itu gampang banget, tinggal seduh jadi. Itu pun air panasnya lewat dispenser, gak perlu masak air dahulu.
Apalagi bermain games. Ada konsol klasik macam Nintendo snes, sampai VR game sekarang ada. Mau game apa? Tinggal unduh saja.
Mau belajar juga gak perlu repot-repot. Tinggal Googling, masuk Wikipedia, atau nonton YouTube, ada semua. Luar biasa!
Lalu tantangannya dimana?
Dapatkah kamu bayangkan, dengan begitu cepatnya teknologi, apakah ada pekerjaan yang aman kelak? Aman dalam artian tidak akan digantikan oleh teknologi.
Dengan masuknya zaman globalisasi otomatis persaingan makin ketat. Dapatkah kamu kelak bersaing dengan anak-anak dari Tiongkok, Jepang, India, Malaysia, Arab, Amerika, Afrika, dan Eropa?
"Ah, nanti mah jadi supir ojek/taksi online aja.." Pernahkah kamu mencoba seharian naik kendaraan di jalanan sekarang? Macet dan panas, belum penumpang yang nyebelin. Terus penghasilan mu berapa kalau semua orang cita-citanya sama jadi supir juga? Belum lagi kalau mobil otomatis sudah banyak dan murah. Supir gak akan dibutuhkan lagi.
"Ah, jadi artis/seniman aja.." Ini lebih menarik, karena perbandingannya hanya 1 dari sejuta yang bisa betulan jadi artis dan berpenghasilan memadai. Kalau bukan karena kerja keras dan karunia Tuhan gak akan berhasil.
Pekerjaan apa pun tidak ada yang aman. Apakah kamu memperhatikan, sekarang semua orang tuh serba terburu-buru. Pesen online harus sekarang juga sampai. Kalau chat harus sekarang juga dibalas. Kalau upload foto harus sekarang juga di-like. Kalau pesen makanan, harus sekarang juga masak. Kalau tidak bisa memenuhi permintaan pelanggan maka langsung tutup bisnisnya.
Terus lagi biaya sekolah sekarang mahalnya setinggi langit, abis gitu udah mahal-mahal hasilnya belum tentu kamu sukses. Buat apa sekolah kalau gitu?
Jadi sekali lagi tantangannya berbeda.
Tapi ada yang sama, sejak jaman batu ada yang selalu dilakukan oleh manusia hingga bisa bertahan hingga nanti akhir jaman.
Hal-hal yang sama tersebut adalah kemampuan-kemampuan dasar/life-skill yang semestinya dimiliki semua orang. Yaitu: Kemampuan bertanya, jika orang-orang jaman batu itu tidak suka bertanya/mempertanyakan sesuatu. Gak mungkin mereka berhenti jadi bangsa nomaden. Gak mungkin menetap kemudian bercocok tanam. Gak mungkin ada teknologi canggih seperti sekarang. Semua karena bertanya, what if...
Lalu kemampuan berkomunikasi dan berkolaborasi. Jelas tidak ada yang bisa dicapai kalau kerja sendirian. Semua pemimpin dunia, selebritis, dan pengusaha sukses, tidak akan ada tanpa kemampuan bicara, meraih kepercayaan, bernegosiasi, juga bekerja sama dalam tim, memimpin dan dipimpin. Bohong besar kalau ada yang bilang, aku sukses karena usahaku sendiri.
Terakhir adalah kemampuan berkreasi dan berinovasi. Hanya manusialah yang diberi karunia memiliki otak canggih luar biasa. Walau kadang hasil inovasinya tersebut merusak seperti senjata perang dan macam pabrik-pabrik yang berpolusi, tapi tanpa daya kreasi manusia sama saja dengan mati.
Jadi sekarang kamu bisa memilih, terus mengeluh dengan kondisimu saat ini, membiarkan rasa malas mengambil alih hidupmu. Atau bangun, mencoba menggapai mimpi-mimpimu. Membahagiakan dirimu dan keluargamu.
Walau sekarang semua serba instan. Sayangnya tidak ada kesuksesan instan. Kalaupun ada tidak akan bertahan lama suksesnya.
Akhir kata.. Selamat berjuang kawan!
#HariPendidikanNasional
Subscribe to:
Posts (Atom)