Tahun ini, teman-teman SMP Semi Palar diminta untuk mengisi
acara Selametan TP13 dengan membuat formasi baris-berbaris. Ide yang menarik,
karena anak-anak di Semi Palar tidak mengenal kegiatan baris-berbaris kecuali saat
upacara bendera. Berbeda dengan saya dulu yang kental dengan kegiatan
baris-berbaris, karena ikut pramuka dan sewaktu SMP sering ikut lomba tata
upacara bendera.
Awalnya latihan baris-berbaris di Semi Palar bukan
diperuntukkan untuk kegiatan selametan. Para kakak SMP sepakat di TP13 ini
anak-anak perlu satu kegiatan yang bisa meningkatkan konsentrasi, kebersamaan,
dan melatih postur tubuh. Jadi kami memutuskan untuk memberikan pelatihan
baris-berbaris kepada teman-teman. Suasana yang berbeda tentu dirasakan oleh teman-teman,
kegiatan belajar yang biasanya cair, dekat, dan penuh canda tawa, pada saat
latihan baris-berbaris hal tersebut tidak ada.
Kegiatan baris-berbaris memang lumrah digunakan oleh militer
sebagai sarana latihan mengikuti perintah, belajar dipimpin lewat aba-aba yang diberikan
oleh pemimpin pasukan. Semua sudah ada aturannya, tidak boleh ada gerakan lain
selain aba-aba dari pemimpin pasukan. Pada sesi latihan yang pertama teman-teman
dapat melihat dan merasakan kakak-kakak berubah jadi tegas, suasana pun jadi
hening karena semua berkonsentrasi dengan aba-aba yang akan diberikan.
“Semua paham?” Serempak teman-teman menjawab, “Paham!” Begitu
ucap mereka saat kakak memaparkan fungsi dan tujuan dari kegiatan
baris-berbaris kali ini. Selama satu minggu, teman-teman berlatih
gerakan-gerakan di tempat, jalan di tempat, haluan, hingga maju jalan dan
berbelok. Memang waktunya terlalu singkat. Walau dengan semangat teman-teman
yang tinggi, gerakan-gerakan mereka masih jauh dari sempurna. Kesulitannya
terletak pada perbedaan tinggi badan serta menyesuaikan tempo irama. Gerakan-gerakan
jadi tidak beraturan, karena teman-teman sulit menyamakan tempo khususnya pada
saat jalan di tempat dan gerakan berjalan.
Setelah sesi terakhir usai, semua bertepuk tangan merasakan
perkembangan walau hanya satu minggu. Kini mereka bisa lebih mengenal satu sama
lain, belajar menyesuaikan irama dan langkah.
Dan hari itu pun tiba, seminggu sebelum selametan Kak Andy
mengumpulkan teman-teman SMP dan bertanya, “Apakah teman-teman bersedia untuk
melakukan formasi baris-berbaris pada acara selametan nanti? Teman-teman akan
membawa patung Soekarno, Hatta, dan Bendera Merah Putih, ke tengah-tengah karya
yang dibuat oleh seluruh warga SMIPA.”, merasa tertantang mereka serempak
menjawab, “Siap Kak!”
Sejak itu latihan formasi pun dimulai. Waktunya hanya 2 kali
latihan di sekolah, dan 1 kali latihan di lokasi. Kakak-kakak SMP berembug
untuk membuat satu formasi yang sekiranya bisa dilakukan oleh anak-anak,
formasi yang tidak sulit, tetapi tidak terlalu mudah juga. Dengan waktu yang
sangat terbatas serta tidak ada kepastian jumlah teman-teman yang nanti akan
hadir pada saat selametan, formasi pun dibuat supaya berapapun jumlah
teman-teman, formasinya nanti tetap dapat dilakukan.
Idenya adalah teman-teman berbaris 6 banjar, lalu membuka barisan, hingga membentuk tiga pasukan, di kiri, kanan, dan tengah. Kemudian perwakilan dari setiap pasukan akan maju ke depan, lalu menerima patung Soekarno, Hatta, dan Bendera Merah Putih. Setelah itu melangkah perlahan ke tengah karya kepulauan Indonesia, menempatkan ketiga benda tersebut dan kemudian kembali ke pasukannya. Dan diakhiri dengan menutup formasi barisan, kembali menjadi 6 banjar.
Entah mungkin karena baru pertama kali membuat formasi
barisan, teman-teman sangat antusias dan bersungguh-sungguh agar formasi
tersebut bisa sukses. Dengan bersama-sama berhitung, mereka mencoba menyamakan
langkah, agar bisa rapi dan kompak. Namun apa mau dikata, waktu yang tersedia
sangat sempit. Kami berdoa semoga di hari selametan semua bisa berjalan dengan
lancar.
Hari Jumat, “In, untuk besok selametan kamu yang pimpin
pasukan ya.” “Siap Kak!” Sehari sebelum selametan saya meminta Indira
menyiapkan diri, ia menjawab tanpa ragu. Teman-teman sebelumnya mengira saya
yang akan memberi aba-aba nanti. Tapi tentunya akan lebih bermakna apabila
mereka sendiri yang melaksanakan seluruh rangkaian formasi tersebut.
Sabtu 12 Agustus pun tiba. Satu persatu teman-teman tiba,
tapi ternyata hingga siang jumlahnya ganjil, saat latihan 36 orang, dan yang
hadir setelah dihitung oleh Kak Danti hanya 27 orang. Wah, harus mengganti
formasi. Karena jumlah tersebut tidak cantik apabila dibuat jadi 6 banjar.
Pukul 10:15 kami berkumpul. Hanya ada satu jam untuk berlatih. Merubah formasi, dan sekaligus melakukan gladi.
Teman-teman terlihat tegang. Tapi semua tetap bersemangat,
berusaha fokus di bawah komando kakak. Akhirnya kakak memutuskan untuk membuat pasukan
menjadi 3 saf, 9 banjar. Nantinya akan ada tiga kelompok kecil terdiri dari 9
orang yang akan membuat formasi. Jadi formasi tetap sama, hanya jumlah orangnya
yang berbeda. Semua bekerja keras memastikan agar formasi dapat berjalan. Selain Indira, ada tiga orang perwakilan kelas yang juga memiliki tanggung
jawab lebih, yaitu Fauzan membawa patung Soekarno, Feta membawa patung Hatta,
dan Alika membawa bendera merah putih. Teman-teman tidak ada yang mengeluh.
Semua sudah siap. Enam puluh menit pun habis. Kakak-kakak SMP membagikan dan
memasangkan setangan leher/hasduk kepada teman-teman.
“In, ini setangan leher saya, yang selalu menemani saya
berkegiatan di kepramukaan.” Sambil saya kalungkan ke lehernya.
11:15 kami berkumpul di lapangan utama. Kak Andy meminta
semua orangtua dan teman-teman jenjang kecil untuk berkumpul, tanda upacara
penutupan akan segera dimulai.
“Fauzan sebagai penjuru!” Indira memberi aba-aba.
“Siap, Fauzan sebagai penjuru!” Fauzan menyahut.
“Tiga bersaf kumpul, mulai!
“Jalan di tempat, gerak!”
“Buka formasi, jalan!” Indira berturut-turut memberikan
aba-aba.
Dan teman-teman pun berhasil membuka formasi dengan lancar. Hasil
latihan selama ini diperlihatkan oleh teman-teman.
“Henti, gerak!”
Fauzan, Alika, dan Feta, berjalan ke depan untuk menerima
patung Soekarno, Hatta, dan Bendera Merah Putih.
“Kepada Bendera Merah Putih, hormat gerak!”
Suara lantang Indira menandai Bendera Merah Putih akan
dibawa berjalan menuju tengah lapangan. Diiringi lagu Bagimu Negeri, patung
Soekarno, Hatta, dan Bendera Merah Putih akhirnya menempati posisinya tepat di
tengah-tengah kepulauan nusantara.
Upacara pun dilanjutkan dengan berdoa dan ditutup dengan menyanyikan
lagu Indonesia Pusaka, upacara pun selesai.
“Tutup formasi jalan!”
Teman-teman dengan sigap kembali membentuk barisan 3 bersaf.
Indira lalu berjalan ke tengah pasukan, “Bubar jalan!”
Setelah hormat, semua pun balik kanan, lalu berteriak, “SMIPA!”
Dan rasa haru pun meluap-luap. Tidak menyangka mereka bisa
menuntaskan tugas tersebut.
Teman-teman, teruslah raih mimpi-mimpimu, tapi tetaplah ingat
tanah airmu. Jagalah bumi Indonesia.
“Disanalah aku berdiri
Jadi Pandu Ibuku...”
No comments:
Post a Comment