Monday, December 25, 2023

Online Library

Kapan terakhir kali kamu mengunjungi perpustakaan?

Saya pribadi terakhir ke perpustakaan umum seingat saya itu sebelum pandemi Covid-19, berarti di tahun 2019. Berarti sudah 4 tahun lamanya tidak mengunjungi perpustakaan umum. Sebetulnya kalau di Kota Bandung, perpustakaan umum (perpustakaan daerah) itu biasa saja, tidak wah, tidak seperti di luar negeri :). Jadi saya lebih memilih mengunjungi perpustakaan universitas. Seperti ke Perpustakaan ITB.

Tapi selalu senang bisa mengunjungi perpustakaan, sebagai yang harus menabung lama kalau ingin bisa baca sesuatu, perpustakaan itu surga dunia :). Walaupun penyakitnya, baca bukunya sering kali tidak pernah sampai tamat. Sungguh nikmat rasanya membalik halaman, mencium warna kertas, dan membaca hasil karya buah pikiran orang lain.

Lalu kenapa gak pernah lagi ke perpustakaan umum? Karena saat pandemi datang, saya menemukan perpustakaan-perpustakaan online, yang ternayta isinya sangat luar biasa. Entah berapa banyak buku yang sudah saya download. Meskipun penyakitnya tetap sama, sering kali tidak pernah sampai tamat membacanya :). Hayoh we download... wkwkwkwkwk.

Berikut beberapa website/aplikasi yang jadi teman setia saya melewati pandemi.


Yang pertama, ada Archive.org sempat kena kasus hampir di shutdown, tapi berhasil menang. Isinya sangat lengkap dari mulai arsip website, video, audio, dan tentunya berbagai buku dan artikel. Khusus untuk buku terdapat banyak pilihan yang bisa diakses, seperti Open Library, Project Gutenberg, dll.

Semua buku klasik bisa ditemukan di sini. Sungguh hal yang mustahil saya temui di zaman pra-internet dulu.

Kemudian, aplikasi-aplikasi bookstore juga sangat membantu. Ada dua yang selalu saya pakai, yang pertama ada Google Books dan yang kedua ada Kindle dari Amazon. Untuk mobile app-nya bisa download di Google Play Store dan App Store.


Nah, untuk website/aplikasi lokal, ada dari Perpustakaan Nasional


Meskipun websitenya membingungkan, tapi lumayan bisa cari referensi dan buku-buku yang sudah di digitalisasi. Aplikasinya semakin baik, ada iPusnas dan yang terbaru ada dari Kemdikbud.



Tapi, kalau ingin buku-buku referensi terbaru, ada satu lagi sumber sebetulnya. Meskipun tidak disarankan, karena cukup banyak yang hasil bajakan. Website yang dibuat karena banyak jurnal-jurnal ilmiah yang mestinya bisa diakses mudah, malah dihalangi oleh paywall dan mahal untuk bisa diakses khalayak umum. Misinya: freedom of knowledge. Ya, ini adalah Z-Library


Untuk mendukung Z-Library tetap ada, bisa dengan menandatangani petisi di Change.org.

Dengan semua serba digital, kadang saya jadi bertanya-tanya, bagaimana ya nanti di masa depan? Karena sebetulnya bentuk fisik seperti kertas itu tetap lebih tahan lama kalau menurut saya. Kita bisa membaca kitab-kitab kuno, lalu surat-surat antar ilmuwan, dan arsip-arsip berbagai berita. Apakah yang akan terjadi jika misalkan saya meninggal dunia, atau terjadi bencana besar, lalu semua blog ini, semua chat dan email, apakah akan tetap bisa dibaca oleh orang-orang di masa depan? Tampaknya akan sulit, kecuali sudah sengaja diset untuk bisa diakses oleh publik. Tidak akan ada lagi ceritanya, kita menemukan surat-menyurat seperti dalam kisah R.A. Kartini kepada Stella Zeehandelaar, atau surat-surat yang dibuat oleh Albert Einstein. 

Zaman memang semakin canggih dan modern. Tapi untuk saya pribadi, mencatat dan menulis di kertas, tetap yang terbaik.


Sunday, July 23, 2023

Sembilan dan Dua Belas

Dua angka spesial di tahun 2023 ini. Sembilan tahun saya belajar bersama Semi Palar dan dua belas tahun berumah tangga. 

Hidup bagi saya tampak selalu berkutat di masalah yang itu-itu saja. Tapi selalu bersyukur masih diberikan kesehatan dan keluarga yang rukun, serta lingkungan dan teman-teman baik yang selalu membantu saat kesulitan. Saya ingat betul sebelum menikah, Bapak meminta nama lengkap dan tanggal lahir saya dan Teh Santi. Bapak orang yang percaya bahwa semua tanggal itu baik, tapi ada tanggal yang terbaik untuk melakukan segala sesuatu. Seperti untuk pernikahan, pindah rumah, membuat perjanjian, dll.

Dan setelah dihitung ternyata hari baik untuk saya melakukan pernikahan jatuh di 22 Syaban 1432 H atau 23 Juli 2011. Bapak juga berpesan, setelah menikah nanti hidupnya bakal besar pasak daripada tiang. Percaya tidak percaya, hal itulah yang selalu jadi persoalan untuk keluarga kecil saya sampai saat ini. 

Setiap tengah tahun saya coba berefleksi, melihat satu tahun ke belakang, untuk bisa mempersiapkan diri menghadapi satu tahun ke depan. 

Saat saya melihat lagi tulisan-tulisan refleksi lama saya, terlihat ternyata saya belum banyak mengalami perkembangan. Banyak harapan-harapan yang pupus, juga banyak yang belum tercapai. Dan makin terasa, semakin bertambah usia, kemampuan untuk bisa melakukan banyak hal semakin berkurang. Jadi mudah lelah :)

Kejadian-kejadian tahun ini membuktikan saya memang tidak bisa berbuat banyak. Mungkin bisa jadi malah menyulitkan orang-orang di lingkungan saya. Tapi apa pun persoalannya, saya yakin selalu ada jalan keluarnya. Meskipun jalan tersebut tidak selalu terlihat jelas. 

Jika mengingat umur Rasulullah saw, maka sisa usia saya sekitar 22 tahun lagi. Dibandingkan orang-orang, saya saat ini belumlah bisa memberikan apa-apa. Bahkan untuk keluarga sendiri. 

Tapi tentunya tak perlulah membandingkan dengan orang lain. Hal tersebut hanya menandakan, saya masih kurang skill-nya, kurang usahanya, kurang doanya, kurang sedekahnya. 

Tahun ini, permohonan maaf perlu saya sampaikan kepada orang-orang terdekat saya. Mohon maaf sebesar-besarnya, karena selalu "ngaririweuh" dan belum bisa memberikan apa-apa.

Mari tetap optimis. Memberikan usaha dan doa terbaik. 

Sebagai penutup, berikut sembilan hal yang saya harap bisa segera saya atasi dan kuasai:

  • Melunasi hutang-hutang
  • Mempunyai tabungan untuk hari tua
  • Membuat perencanaan yang detail dan terstruktur
  • Disiplin dengan target-target yang sudah dibuat
  • Mengelola waktu dan prioritas
  • Hidup sehat
  • Memiliki waktu berkualitas bersama keluarga
  • Membuat karya (buku, video, podcast, artikel, dll)
  • Regenerasi Pramuka

Terima kasih untuk teman-teman dan keluarga, yang selalu bersabar, dan percaya kepada saya. Semoga seperti hasduk pramuka yang setiap hari Sabtu saya pakai, yang berbentuk kain segitiga mitela, perlambang seorang pandu yang terampil dan selalu siap menolong. Semoga saya senantiasa bisa berbuat baik dan membantu orang-orang di sekitar saya.

Sunday, July 9, 2023

Mempersiapkan Diri



"Be Prepared" - "Sedia"

Motto Baden Powell yang selalu saya ingatkan kepada adik-adik saya di gugus depan.

Bulan Juli ini setelah sekian lama pandemi, akhirnya kami bisa mengadakan kembali perkemahan gugus depan. Meskipun hanya diikuti oleh 8 orang putri dan 11 orang putra, namun rasanya sangat meriah. Curug Tilu Leuwi Opat yang terletak di kawasan CIC Parongpong, Kab. Bandung Barat jadi lokasi perkemahan kali ini. Adik-adik sejak jauh hari sudah bertanya kapan kita bisa mengadakan kegiatan berkemah. Karena mereka mengaku hanya pernah berkemah satu malam saja dan menurut adik-adik kurang terasa perkemahannya. Kecuali bagi adik-adik yang pernah ikut kegiatan Jambore.

Diputuskanlah perkemahan kali ini akan dilaksanakan selama tiga hari dua malam. Tepatnya tanggal 3-5 Juli 2023. Berangkat hari Senin pagi, dan pulang hari Rabu siang. Tentunya persiapan harus matang. Dari mulai persiapan fisik, survey lokasi, latihan packing, mendirikan tenda, dan juga memasak. List peralatan pribadi dan regu kami susun bersama, serta tentunya izin dari orang tua dan pihak sekolah.

Sangat menarik melihat adik-adik mempersiapkan segala sesuatunya. Mengelola keuangan seperti transport, sewa alat-alat kemah, serta belanja bahan-bahan makanan mereka lakukan secara mandiri. Benarlah ucapan Baden Powell, “A week of camp life is worth six months of theoretical teaching in the meeting room.” Terlihat bagaimana adik-adik bekerja sama, mempersiapkan perkemahan, kemudian mencari solusi ketika menemui persoalan. Bagi saya pribadi, kegiatan perkemahan adalah perlambang kehidupan kita sehari-hari. Kita akan mengalami kelelahan karena harus membawa beban ransel yang berat dan juga menemui banyak rintangan saat berkegiatan di alam. Namun dengan bergotong royong dan bekerja sama, semua hal tersebut bisa diatasi dengan riang gembira. Saya ingat bagaimana adik-adik tetap saling menyemangati dan saling membantu ketika harus hiking melewati track yang sulit dan cukup jauh menuju Curug Putri. Atau ketika adik-adik saling menjaga ketika ada sekawanan monyet yang menyerbu kavling perkemahan adik-adik. 

Sepulangnya dari perkemahan tentu adik-adik tidak boleh berhenti. Tetaplah belajar, tetaplah meningkatkan keterampilan dan kecakapan adik-adik. Di masa depan kelak, adik-adik akan mengalami kembali rintangan-rintangan dalam kehidupan bermasyarakat. 

Saya selalu belajar hal baru ketika mengikuti perkemahan. Saya belajar, tidak boleh merasa karena sudah pembina maka tidak perlu lagi meningkatkan kecakapan. Justru perkemahan adalah waktu yang pas untuk mengasah kecakapan. Saya pun belajar untuk lebih sabar saat mendampingi adik-adik. Karena seperti menanam pohon, hasilnya tidak akan mungkin kita lihat saat itu juga. Dan belajar untuk selalu mempersiapkan diri, selalu sedia, menjadi tempat bertanya dan berdiskusi bagi adik-adik. 

Saya pernah ditanya, "Mengapa suka kegiatan pramuka? Karena kan pramuka itu melelahkan." Jawabannya adalah karena berkegiatan di alam terbuka bersama adik-adik yang selalu membuat kangen. Dan juga sebagai pembina, pengalaman bisa melantik salah satu adik-adik adalah pengalaman yang selalu dinanti. Seperti saat hari terakhir perkemahan kemarin, akhirnya salah satu anggota pasukan putra berhasil menyelesaikan SKU dan siap dilantik menjadi penggalang ramu. Sambil memegang ujung bendera merah putih di dada, mengucapkan Trisatya, "Demi kehormatanku aku berjanji akan bersungguh-sungguh, menjalankan kewajibanku terhadap Tuhan, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan mengamalkan pancasila, menolong sesama hidup, dan mempersiapkan diri membangun masyarakat, menepati dasa darma." Hormat saya untuk adik-adik yang terus semangat meningkatkan kecakapannya. Semoga bekal pendidikan kepramukaan bisa menjadi salah satu skill yang bermanfaat untuk adik-adik kelak di masa depan. Ingatlah seorang pramuka itu tidak pernah berputus asa dan selalu gembira.

Saturday, April 22, 2023

Gerhana Matahari, Hari Bumi, Idul Fitri

Memperhatikan bulan saat berpuasa terasa berbeda. Mungkin karena saat berpuasa saya menunggu-nunggu kapan datangnya awal bulan, bulan purnama, dan akhir bulan.  

Dilansir dari laman bmkg.co.id, "Dari sejumlah fase Bulan, terdapat empat fase utama, yaitu fase bulan baru, fase setengah purnama awal (perempat pertama), fase purnama, dan fase setengah purnama akhir (perempat akhir). Periode revolusi Bulan pada bidang orbitnya dihitung dari posisi fase bulan baru ke fase setengah purnama awal ke fase purnama ke fase setengah purnama akhir dan kembali ke fase bulan baru disebut sebagai periode sinodis, yang secara rata-rata ditempuh dalam waktu 29,53059 hari (29 hari 12 jam 44 menit 3 detik)."

Berbeda dengan periode matahari, periode bulan berlangsung lebih cepat. Jika kalender matahari (masehi) penanggalannya berjumlah 365-366 hari, maka pada kalender bulan (hijriah) penanggalannya berjumlah 354-355 hari. Berbeda sekitar 10 hari. Kalender bulan juga memiliki kabisat. Tahun biasa mempunyai jumlah hari sebanyak 354, sedangkan tahun kabisat berjumlah 355 hari. Satu hari tersebut ditambahkan pada bulan Zulhijah. Pada kalender Hijriah, ditentukan 11 tahun kabisat dalam periode 30 tahun. Tahun kabisat tersebut, yaitu tahun ke-2, ke-5, ke-7, ke-10, ke-13, ke-16, ke-18, ke-21, ke-24, ke-26 dan ke-29 (kompas.com). 

Contohnya tahun 1443 dibagi 30 adalah 48 dan sisa 3. Maka tahun 1443 H adalah tahun kabisat dan tahun 1444 H adalah tahun biasa.

Bulan Ramadan tahun ini juga terasa berbeda. Selain karena PPKM sudah tidak berlaku, saya dan keluarga berpuasa di kontrakan dekat sekolah. Kegiatan-kegiatan seperti berbuka puasa bersama dan Pasar Ramadan Smipa juga kembali dilaksanakan.

Namun, yang paling menarik adalah kejadian-kejadian di akhir bulan Ramadan tahun ini. Tanggal 20 April terjadi gerhana matahari, lalu tanggal 21 April menandai hari terakhir bulan Ramadan, dan tanggal 22 April adalah Hari Raya Idul Fitri yang juga ternyata berbarengan dengan Hari Bumi.

Menghitung tanggal-tanggal adalah salah satu bagian dari budaya di keluarga. Saya ingat betul bagaimana Bapak dan Uwa menghitung hari baik untuk saya menikah, pindahan rumah, dan sebagainya. Saya sendiri kurang mengerti bagaimana cara menentukan hari baik tersebut, tapi Bapak sangat yakin dengan hal tersebut. Beliau selalu bilang, semua hari itu baik, tapi ada hari yang terbaik. Walaupun sayang ilmu hitung-menghitung tersebut tidak menurun ke anak-cucu, karena buku kitabnya sudah hilang bersamaan dengan wafatnya Uwa.

Gerhana matahari adalah tanda-tanda alam, berkat pola orbit matahari dan bulan yang teratur kita dapat dengan akurat memperhitungkan kapan terjadi gerhana, atau kapan lebaran akan terjadi tahun depan. Berkat memahami pola tersebut, kita juga dapat menentukan kapan waktu yang tepat untuk bercocok tanam, hingga kapan panen tiba. Kapan harus pergi melaut agar dapat ikan yang melimpah, dan kapan harus berlabuh. Jadi wajar jika orang-orang zaman dulu sampai membuat kalender untuk menentukan hari baik, karena semuanya berpola. 

Pola ini juga berlaku supaya kita bisa menjalani hidup dengan lebih baik. Bapak berpesan, menjalani hidup itu harus dengan ilmunya. Kita mungkin hidup susah atau miskin, tapi dengan ilmu, kita akan bisa memperoleh kebahagiaan.

Kuncinya adalah dengan terus berbuat baik. Resep untuk bahagia di dunia dan akhirat adalah berbuat baik kepada orang tua, kepada keluarga, kepada orang lain, dan kepada bumi. 

Pesan yang sama yang selalu dikumandangkan oleh para alim ulama. Memasuki bulan baru, yaitu bulan Syawal, semoga kita semua diberikan kekuatan dan kemudahan untuk senantiasa berbuat kebaikan.


Sumber: 

BMKG

Kompas

Thursday, January 21, 2021

Mengapa Beberapa Materi Pelajaran Itu Sulit?

Pengalaman saya, karena kita kurang bisa menemukan kaitannya dengan kehidupan kita sehari-hari. Sehingga saat diberi materi tersebut di kelas seringkali hanya lewat saja. Kalaupun ingat hanya sebentar, besoknya langsung lupa.

Maka bersyukurlah kalian yang mendapat guru-guru galak/tegas yang memberikan banyak kesan saat pembelajaran di kelas. 🙂

Yang paling sulit adalah saat kita bertemu guru yang cuma bahas latihan soal dari buku, atau datang ngasih tugas terus pergi ninggalin kelas. Jadi kita sebagai murid kudu bisa belajar mandiri.

Jangan salah, kemampuan belajar mandiri ini penting, karena saya saja yang sudah lulus kuliah, dan bekerja, geningan tetep we kudu belajar. Selalu ada persoalan baru, yang mengharuskan kita terus belajar sepanjang hayat.

Nah, kita ambil contoh: materi pelajaran pecahan.

Saya ingat pernah berdiskusi dengan teman, “mengapa anak-anak sulit memahami pecahan/desimal?”

Jawabnya, karena di Indonesia kita tidak mengenal mata uang pecahan. Bandingkan dengan negara lain, contohnya negara Amerika, mereka mengenal sen. Dimana 100 sen = 1 dollar. Jadi anak-anak sudah biasa, merasakan sehari-hari kalau 1/2 dollar itu = 100/2 = 50 sen.

Atau 25 sen = 25 : 100 = 1/4 dollar.

Memang secara budaya berbeda. Jadi wajar kalau anak-anak kesulitan. Belum ditambah gurunya yang kadang ‘teu bisaeun’ menjelaskan.

Akhirnya, triknya adalah kamu harus berdiskusi, bisa dengan guru atau teman atau orangtua. Bagaimana supaya dapat menemukan hubungannya, materi-materi pelajaran, dalam kehidupan kita sehari-hari.

Kalau masalah pecahan, saya kira itung-itungan belanja buah/sayur ke pasar, yang paling dekat dengan kita.

Jika 1 ekor ayam, bisa dijadikan 9 potong. Kita bisa bilang, satu potongnya itu 1/9 ayam.

Nah, kita bikin lebih menarik, 9 potong itu adalah: bagian kepala, dada, punggung, 2 sayap, 2 paha, 2 ceker. Jika berat 1 potong dada = 2 potong bagian yang lain, terus total berat ayam adalah 3 kg. Berapa berat 2 sayap + 1 paha?

Dengan cara seperti itu, materinya jadi lebih ‘nyambung’ sekaligus menantang.


Contoh yang lain nih: materi IPS tentang Sumpah Pemuda. Jika hanya mendengarkan/membaca kisahnya dari buku pelajaran, kita hanya akan dapat sedikit. Tapi kalau berhasil mencari dongeng/cerita khas, kita akan bisa ingat lebih lama. Risetlah sungguh-sungguh, supaya dapat kisah-kisah unik dibalik suatu peristiwa.

Tahukah kamu, bahwa dalam ikrar sumpah pemuda, selain sumpah satu satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa, terdapat kalimat tentang kepanduan (kini gerakan pramuka). Lengkapnya adalah: putusan Kongres Pemuda II yang konsepnya ditulis oleh Mohammad Yamin dan disetujui oleh pimpinan rapat, Soegondo, menulis sedikitnya ada lima dasar yang dapat memperkuat persatuan Indonesia, yaitu kemauan, sejarah, bahasa, hukum adat, serta pendidikan dan kepanduan.

Jangan lupa juga, dengan mempelajari sejarah, kita sebenarnya tengah mempersiapkan masa depan. Seperti kata Bung Karno, JASMERAH, Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah.

Memang banyak sih, pelajaran-pelajaran yang cuma dipakai untuk ujian saja. Untuk materi pelajaran tersebut, percayalah, suatu hari nanti pasti ada gunanya. Hehehehehe.



Bagaimana Pendidikan Holistik?

Dengan latar belakang pernah mengikuti Kursus Pembina Pramuka Mahir tingkat Lanjut, saya mengetahui bahwa yang namanya pendidikan itu tidak bisa dikotak-kotakkan. Kalau ingin membentuk regu yang ideal, maka semua aspek harus diperhatikan, dari mulai kecakapan (SKU/SKK) setiap anggota, manajemen regu, kemampuan pembina, hingga support dari orangtua. Gerakan Pramuka dengan prinsip dasar dan metode-metodenya diharapkan bisa secara utuh melahirkan Warga Negara Indonesia yang baik.

Mengutip dari Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, pasal 8 dan 9:

Prinsip Dasar Kepramukaan meliputi:

  • iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
  • peduli terhadap bangsa dan tanah air, sesama hidup dan alam seisinya;
  • peduli terhadap diri pribadinya; dan
  • taat kepada Kode Kehormatan Pramuka.

Metode Kepramukaan

(1) Metode Kepramukaan adalah metode belajar interaktif dan progresif yang dilaksanakan melalui:

  • pengamalan Kode Kehormatan Pramuka;
  • belajar sambil melakukan;
  • kegiatan berkelompok, bekerjasama, dan berkompetisi;
  • kegiatan yang menarik dan menantang;
  • kegiatan di alam terbuka;
  • kehadiran orang dewasa yang memberikan bimbingan, dorongan, dan dukungan;
  • penghargaan berupa tanda kecakapan; dan
  • satuan terpisah antara putra dan putri;

(2) Dalam menjalankan Metode Kepramukaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan Sistem Among dan Kiasan Dasar.

Dari kutipan tersebut, untuk menjalankan proses pembinaan, kata kuncinya ada dalam kalimat terakhir, yaitu Sistem Among. Ya, betul sekali, walaupun Gerakan Pramuka mengambil bentuk dan menginduk kepada organisasi kepanduan dunia, dalam hal ini WOSM (World Organization of the Scout Movement), namun para pembina ternyata wajib menerapkan kearifan lokal hasil pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Ing ngarso sung tulodo; ing madyo mangun karso; tut wuri handayani.

Sebuah konsep pendidikan holistik asli Indonesia. Pendidikan yang mengutamakan hubungan manusia, diatas materi-materi pelajaran. Dan memang betul begitulah adanya, saat kita bisa membangun koneksi yang baik, antara semua pemegang kepentingan, maka kurikulum apa pun bisa dengan optimal diproses oleh peserta didik. Menjadi sia-sia, metode-metode/teknologi canggih, kalau diberikan tanpa koneksi/memanusiakan para pendidik dan peserta didiknya.

Ki Hadjar Dewantara (Gambar: wikimedia.org)

Sudahkah kita menyapa setiap anak yang kita bina/didik?

Sudahkah kita mengusahakan mengenal lebih jauh latar belakang anak-anak kita?

Berapa banyak waktu yang kita luangkan untuk membangun koneksi dibandingkan memberi ceramah tentang materi pelajaran?

Seberapa sering para pendidik kita bekolaborasi?

Di masa depan, pendidikan tidak akan eksklusif jadi milik sekolah. Semua hal akan bisa dipelajari secara online berkat kecanggihan teknologi. Seperti mie instan, mudah dan cepat. Namun dampaknya, kita akan punya anak-anak yang tidak paham proses, tidak tahu cara membangun relasi, tidak bisa bekerja sama, tidak tahu cara mengelola emosi, tidak paham empati dan simpati.

Sayangnya saat ini, semua sibuk standarisasi, sertifikasi, akreditasi, dan asi-asi lainnya. Tapi lupa, sistem pendidikan yang paling bagus pun akan jadi tidak berarti tanpa manusianya. Pendidikannya tinggi, tapi tidak punya hati.

Pendidikan adalah pekerjaan rumah kita bersama. Sudah saatnya para pendidik kembali ke ruhnya. Di depan memberi teladan, di tengah membangun semangat, dan di belakang memberikan dorongan.



Sistem Among

Dalam praktiknya, sistem among perlu diterapkan secara berimbang. Dalam Gerakan Pramuka, sistem among itu dibagi ke dalam tiga golongan usia, yaitu siaga (7-10 tahun), penggalang (11-15 tahun), dan penegak (16-20 tahun). Saya tidak memasukkan golongan pandega, karena menurut saya usia 21 tahun ke atas sudah tidak layak disebut sebagai peserta didik. Sederhananya sistem among dalam Gerakan Pramuka dilukiskan seperti diagram berikut:




Ing ngarso sung tulodo (di depan memberi teladan), menjadi pondasi bagi setiap golongan. Tanpa keteladanan, pendidikan akan menjadi sia-sia. Namun, di lapangan inilah hal yang paling sulit dijalankan. Bagaimana tidak, semisal ingin mendidik anak menjadi rajin, hadir tepat waktu, tapi kita sebagai pendidik sering absen, datang terlambat, maka pasti ajakan kita supaya anak rajin akan dipandang sebelah mata oleh mereka. Atau jika ingin anak-anak tidak merokok, ya jangan harap berhasil kalau kita sebagai pendidiknya/orangtua memberi teladan suka merokok.

Kemudian dua konsep yang lainnya, dijalankan secara bertahap pada setiap golongan. Untuk golongan siaga, ing madyo mangun karso (di tengah membangun semangat), menjadi bagian yang lebih utama dibandingkan tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan). Karena pada usia siaga, karsa/semanagat/kemauan adalah kata kunci bagi mereka. Kegiatan-kegiatan penuh cerita, nyanyian, gerak, dan permainan, adalah warna kegiatan siaga.

Untuk golongan penggalang, membangun semangat dan memberi dorongan, dijalankan dengan porsi yang kurang lebih sama. Pada usia penggalang, anak-anak tengah merasakan masa puber serta membangun kemampuan nalar mereka. Kegiatan-kegiatan beregu, seperti berkemah yang mengasah kemampuan bersosialisasi dan sekaligus mengasah kemandirian, jadi kunci agar anak-anak dapat melewati fase ini dengan baik.

Untuk golongan penegak, memberi dorongan dari belakang, lebih diutamakan. Anak-anak diharapkan telah memiliki kemampuan memotivasi serta semangat yang cukup dari dalam diri. Kegiatan-kegiatan yang berhubungan langsung dengan masyarakat, seperti kemah bakti atau kegiatan SAR, akan menantang anak-anak untuk memberikan yang terbaik.

Perlu dicatat, Gerakan Pramuka ini murni berbasis usia, jika misalkan seorang anak baru bergabung di usia 12 tahun, walau ia belum pernah ikut kegiatan siaga, maka ia tetap masuk golongan penggalang. Pun demikian jika ternyata ia kesulitan untuk menuntaskan SKU – Syarat Kecakapan Umum (semacam penilaian kemampuan anak), ketika ia menginjak usia 16 tahun, ia otomatis pindah kedalam golongan penegak. Tidak ada istilah tinggal kelas, karena memang tidak ada kelasnya.

Sungguh menarik, bagaimana sistem among ternyata masih relevan dengan kondisi saat ini. Jika kita ingin menciptakan tunas-tunas bangsa yang unggul, maka dalam kesehariannya seorang pendidik wajib mengimplementasikannya dalam kegiatan sehari-hari. Kemajuan teknologi kita perhatikan melipatgandakan tingkat kesulitan mendampingi anak-anak. Sulit fokus, menunda-nunda pekerjaan, dan kesulitan bersosialisasi, adalah beberapa persoalan anak-anak saat ini. Dengan menguatkan sistem among, diharapkan kesulitan-kesulitan tersebut dapat kita atasi.

Pada akhirnya, prinsip-prinsip sistem among hanya akan menjadi pajangan belaka tanpa struktur dan program kerja yang mendukung. Bagaimana supaya bisa diterapkan dalam kegiatan sehari-hari? Kita akan coba bahas di artikel berikutya.

”Manusia merdeka yaitu manusia yang hidupnya tidak tergantung pada orang lain, akan tetapi bersandar atas kekuatan sendiri.”
Ki Hadjar Dewantara